JAKARTA. Pengembangan kota industri di Indonesia dapat menjadi solusi bagi pemerataan ekonomi daerah apabila industri skala besar dapat bersinergi dengan industri lokal. Yayat Supriatna, Pengamat Tata Kota mengatakan, kota industri merupakan sebuah wilayah terintegrasi yang menggabungkan kawasan industri, kawasan hunian, dan kawasan komersial dengan konsentrasi kegiatan penduduk yang tinggi. Seluruh aktivitas ini mampu menciptakan efek ganda (multiplier effect) dan pengaruh kekuatan (polarisasi) lokal yang sangat besar. “Kota industri itu basisnya masyarakat ekonomi kreatif yang mendapatkan fasilitas guna mendukung pertumbuhan sehingga dapat bekerjasama dengan industri skala besar,” kata Yayat kepada wartawan, Kamis (27/4). Sektor usaha di kota industri, menurut Yayat, diharapkan menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di kota tersebut serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara merata. Caranya, melalui pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Kota industri memiliki sifat sharing economy dengan daerah terkait sehingga manfaatnya terasa bagi daerah itu sendiri melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan pada 2016 mencapai Rp 9.433 triliun, tumbuh 5,02% dibandingkan 2015 sebesar Rp 8.982,5 triliun. Sayangnya, secara spasial (penyebaran wilayah) struktur ekonomi Indonesia didominasi Pulau Jawa dengan kontribusi 58,49 persen, disusul Sumatera 22,03%, Kalimantan 7,85%, Sulawesi 6,04%, dan sisanya 5,59% di pulau lain. Di Jawa, distribusi pertumbuhan ekonomi juga belum merata. Akibatnya, pendapatan per kapita antar provinsi masih belum sebanding. Sebagai contoh, tiga provinsi yang berdekatan yaitu Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Kota industri solusi pemerataan ekonomi daerah
JAKARTA. Pengembangan kota industri di Indonesia dapat menjadi solusi bagi pemerataan ekonomi daerah apabila industri skala besar dapat bersinergi dengan industri lokal. Yayat Supriatna, Pengamat Tata Kota mengatakan, kota industri merupakan sebuah wilayah terintegrasi yang menggabungkan kawasan industri, kawasan hunian, dan kawasan komersial dengan konsentrasi kegiatan penduduk yang tinggi. Seluruh aktivitas ini mampu menciptakan efek ganda (multiplier effect) dan pengaruh kekuatan (polarisasi) lokal yang sangat besar. “Kota industri itu basisnya masyarakat ekonomi kreatif yang mendapatkan fasilitas guna mendukung pertumbuhan sehingga dapat bekerjasama dengan industri skala besar,” kata Yayat kepada wartawan, Kamis (27/4). Sektor usaha di kota industri, menurut Yayat, diharapkan menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di kota tersebut serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara merata. Caranya, melalui pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Kota industri memiliki sifat sharing economy dengan daerah terkait sehingga manfaatnya terasa bagi daerah itu sendiri melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan pada 2016 mencapai Rp 9.433 triliun, tumbuh 5,02% dibandingkan 2015 sebesar Rp 8.982,5 triliun. Sayangnya, secara spasial (penyebaran wilayah) struktur ekonomi Indonesia didominasi Pulau Jawa dengan kontribusi 58,49 persen, disusul Sumatera 22,03%, Kalimantan 7,85%, Sulawesi 6,04%, dan sisanya 5,59% di pulau lain. Di Jawa, distribusi pertumbuhan ekonomi juga belum merata. Akibatnya, pendapatan per kapita antar provinsi masih belum sebanding. Sebagai contoh, tiga provinsi yang berdekatan yaitu Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.