Kotawaringin Timur dan Pasuruan Jadi Pilot Project Kebijakan Satu Peta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan Kabupaten Kotawarigin Timur, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur sebagai pilot project dalam percepatan penataan tata ruang melalui kebijakan satu peta atau One Map Policy. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap kedua wilayah ini dipilih untuk mewakili Pulau Jawa dan daerah di luar Pulau Jawa. 

"Dua pilot project itu akan menjadi pembelajaran bagi kota dan kabupaten lain," jelas Airlangga dalam konferensi Pers One Map Policy Summit 2024, di Jakarta, Kamis (11/7). 


Baca Juga: Menteri ATR/BPN Akui Masih Ada Kendala dalam Penerapan Kebijakan Satu Peta, Apa Saja?

Airlangga menilai kedua kota ini masih memiliki ketidaksesuaian pemanfaatan tata ruang atau tumpang tindih lahan yang sangat besar.

"Ketidaksesuaian di Kotawaringin Timur mencapai 595.222 Ha atau 38,24%, sedangkan Pasuruan ketidaksesuaiannya adalah 3.678 Ha atau 2,42%," tambah Airlangga. 

Dalam kesempatan yang sama, Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor mengakui sampai saat ini banyak tumpang tindih lahan daerahnya. 

Pada tahun 2019, Kotawaringin Timur hanya menyelesaikan ketidaksesuaian lahan seluas 7.000 Ha. Namun, ada masalah baru yaitu penambahan tumpang tindih poligon menjadi sebesar 54,31 ribu Ha. 

Masalah tumpang tindih ini berupa ketidaksesuaian penggunaan lahan hingga perbedaan antara tata ruang kabupaten dengan tata ruang provinsi. 

"Untuk itu, beberapa kewenangan yaitu kewenangan di provinsi, pusat dan juga kabupaten," jelas Halikinnor. 

Baca Juga: Menteri LHK: Progres Penetapan Kawasan Hutan Capai 106 Juta Ha

Pj Bupati Pasuruan Andriyanto juga mengakui daerah yang dipimpinnya masih banyak ketidaksesuaian pemanfaatan tata ruang. 

Menurutnya masalah tumpang tindih ini memang perlu segera dibereskan untuk mencegah timbulnya konflik horizontal antarwarga maupun vertikal dengan pemerintah. 

"Tumpang tindih atau ketidaksesuaian pemanfaatan tata ruang kawasan hutan, izin, atau hak atas tanah yang menurut kami cukup sensitif, cukup mengkhawatirkan terjadinya konflik horisontal maupun vertikal, kalau seandainya ini tidak diselesaikan. Karena memang terjadi perbedaan antara Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) dengan pemerintah Kabupaten Pasuruan,” ujar Andriyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi