JAKARTA. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengeluarkan peraturan terkait pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik. Peraturan ini akan memberikan batasan tayangan baik iklan maupun program siaran untuk para peserta Pemilu 2014 di stasiun televisi (TV) atau lembaga penyiaran. Hal ini terkait maraknya tayangan yang berbau politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2014 di TV. Apalagi selama ini peraturan terkait pemanfaatan TV untuk kepentingan politik di luar massa kampanye masih belum jelas. Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad mengatakan, perlu adanya peraturan yang mengawasi lembaga penyiaran khususnya diluar masa kampanye yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "KPI sedang menyiapkan peraturan detail tentang koridor pelaksanaan pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik," katanya di Jakarta (29/11).
Seperti diketahui bahwa KPI bersama KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada awal tahun 2013 lalu. Kerjasama ini juga menyangkut pengawasan lembaga penyiaran dalam menayangkan program dan iklan kampanye di setiap lembaga penyiaran. KPU sendiri juga telah menerbitkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahu 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu. Namun, KPI menilai perlu adanya peraturan tambahan khususnya untuk mengatur diluar masa kampanye. Menurut Idy, peraturan yang akan diterbitkan KPI juga untuk melengkapi keberadaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012. "Kalau masa kampanye itu hanya 21 hari, sehingga diluar itu banyak ruang kosong. Ini yang akan diatur," katanya. Durasi akan diatur Berdasarkan draft rancangan Keputusan KPI tentang Pemanfaatan Lembaga Penyiaran untuk Kepentingan Politik, tayangan iklan politik akan dibatasi durasi waktunya. Pada Pasal 5 beleid tersebut menyebutkan pemilik lembaga penyiaran atau kelompoknya dilarang menggunakan program siaran pribadi tanpa ada batas durasi dan jumlah siar. Juga disebutkan bahwa pembatasan durasi program terkait kepentingan politik paling banyak lima menit per hari untuk televisi atau sepuluh menit per hari untuk radio. Penayangan siaran politik juga wajib disebar secara proporsional dari seluruh waktu siaran. "Pemilik lembaga penyiaran yang beriklan di TV miliknya juga wajib membayar sesuai dengan harga resmi yang berlaku dana sama dengan yang lainnya," kata Idy. Jika terindikasi adanya perlakuan tak sama antar pengiklan maka KPI berhak meminta salinan bukti kontrak iklan dan faktur pajak. Menurut Idy, lembaga penyiaran juga diperbolehkan menayangkan hasil penghitugan cepat atau
quick count minimal dua jam setelah pemungutan suara berakhir. "Penghitungan dua jam setelah pemungutan suara di daerah paling barat selesai, hal ini untuk mencegah adanya upaya mempengaruhi masyarakat," katanya. Poin sanksi bagi lembaga penyiaran yang melanggar mulai dari sanksi administratif sampai sanksi pencabutan atau penghentian program siaran. Penjatuhan sanksi administratif bisa ditujukan baik untuk program siaran juga lembaga penyiaran yang bersangkutan.
KPI menargetkan beleid tentang pedoman pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik akan selesai pada awal Desember 2013. "Awalnya kita targetkan 1 Desember sudah terbit, namun karena perlu koordinasi dengan DPR dan pihak terkait, waktunya diundur beberapa hari," katanya. Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan MNC Grup, Arya Mahendra Sinulingga, mengatakan, ada sebuah kesalahan ketika Partai dan Caleg dilarang menyampaikan visi dan misi di media massa. "Ini merupakan rancangan dimana yang populer saja yang akan menang yaitu partai incumbent dan artis," ujarnya. Terkait potensi adanya ketidakberimbangan porsi penayangan terhadap salah satu Partai, Arya mengatakan, hal tersebut biarlah menjadi tugas dari perusahaan penyiaran. Keseimbangan porsi pemberitaan sendiri merupakan bagian dari kode etik jurnalistik yang memang seharusnya sudah diterapkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan