KPI: Jangan tergesa-gesa menyatukan TVRI dan RRI



NUSA DUA. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak tergesa-gesa memutuskan wacana penyatukan antara TVRI dan RRI. Penyatuan itu dianggap malah akan membuat persoalan baru, karena TVRI dan RRI memiliki sejarah dan kebijakan sendiri-sendiri. 

Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, revitalisasi TVRI dan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) menjadi hal yang harus dilakukan pemerintah. Apalagi RRI dan TVRI sudah bukan lagi lembaga penyiaran pemerintah namun penyiaran publik. Walau begitu, penyatuan TVRI dan RRI bukan satu-satunya jalan. "Kalau dulu TVRI dan RRI adalah corong pemerintah, sekarang nggak," katanya di sela-sela acara Global Media Forum di Nusa Dua, Bali (27/8). 

Dengan statusnya sebagai lembaga penyiaran publik, maka TVRI dan RRI harus murni melayani publik dengan program-program pemberdayaan yang menarik bukan komersialisasi. Apalagi seluruh dana anggaran TVRI dan RRI berasal dari APBN dan APBD, sehingga semua harus dikembalikan untuk masyarakat. 


Menurut Judha, saat ini masih ada kesalahan persepsi bagaimana menempatkan TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik. Sebab, masih ada keinginan di birokrasi yang ingin membawa TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran pemerintah. Dengan keinginan itu maka dua lembaga penyiaran itu ingin direvitalisasi untuk kepentingan pemerintah. 

Di sisi lain, manajemen TVRI dan RRI juga dinilai tidak terlalu paham orientasinya apakah untuk komersial adatau kepentingan publik. "Saat ini TVRI banyak sekali menayangkan acara komersial. Ada siaran hiburan yang isinya sepertinya untuk menyaingi lembaga penyiaran swasta," katanya.

Soal konten siaran, permasalahan yang dihadapi oleh TVRI dan RRI adalah kreativitas dan kemasan yang masih belum bagus, sehingga banyak ditinggalkan publik. "Yang terjadi sekarang, kita menonton TVRI, tidak ada bedanya dengan TV swasta. Tidak ada pencerahan," katanya.

Agar revitalisasi TVRI dan RRI bisa berlangsung, maka Judha berharap pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa melaksanakan undang-undang penyiaran secara penuh. Harus ada political will, mulai kebijakan sampai politik anggaran. Anggaran diperlukan untuk mendukung pembiatan program yang memang mahal.  

Direktur dan penasehat khusus Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Yanuar Nugroho bilang, revitalisasi TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang kredibel dan bagus sangat penting untuk mendorong Indonesia sebagai negara maju. "Di setiap negara maju, pasti ada lembaga penyiaran publik yang bagus dan kuat, contohnya Inggris dengan BBC," katanya. 

Media massa, terutama lembaga penyiaran memiliki peranan penting dalam pembangunan. "Yang menjebatani antara pemerintah dan publik adalah lembaga penyiaran publik. Seharusnya TVRI mempunyai standar yang tinggi," katanya. Untuk meningkatkan TVRI dan RRI, maka perlu ada peningkatan kualitas konten, rebranding, dan perbaikan manajemen lebih profesional.

Dengan TVRI dan RRI yang profesional, maka visi Jokowi-JK untuk melakukan revolusi mental akan lebih cepat terjadi. Sebab menurutnya, pendidikan masyarakat dimulai oleh orang tua di rumah, guru di sekolah, dan media. Media massa menjadi kunci dari pendidikan, karena orang tua dan guru juga membaca dan menonton televisi, sehingga apa yang dipaparkan oleh media secara langsung dan tidak langsung berpengaruh ke pendidikan anak-anak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa