JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menyatakan adanya praktik kartel di perdagangan daging sapi di Indonesia. Menurut pimpinan KPK, ini kemudian menyebabkan kebijakan swasembada daging tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. "Padahal total anggaran Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014 yang dialokasikan dari APBN 2009-2014 mencapai Rp18,7 triliun," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Rabu (20/2). Menurut petinggi KPK itu, kegagalan kebijakan swasembada sapi ini berpotensi merugikan negara Rp18,7 triliun. Busyro menuturkan, pihaknya bukan sekadar omong besar, sebab KPK sudah melakukan penelitian soal perdagangan sapi sejak September 2012.
Berdasarkan penelitian itu, KPK menemukan sejumlah potensi penyalahgunaan yang terjadi tidak hanya pada masa Kepemimpinan Menteri Pertanian Suswono tetapi juga pada masa kepemimpinan Anton Apriyantono. "Ada pembiaran dalam penyimpangan tata niaga ini," ujarnya. Temuan KPK ini juga menyajikan data adanya rumah potong hewan (RPH) yang tidak beroperasi "Setidaknya ada 5 RPH yang kosong," jelas Busyro. Ia mengatakan, RPH yang kosong itu merupakan sudah direncanakan oleh kelompok bisnis yang menguasai distribusi bisnis daging. "Aktor-aktor bermain di sini," ujarnya tanpa menyebutkan secara detail siapa aktor tersebut. Masih menurut Busyro, aktor itu juga yang membuat daging dari luar daerah kesulitan untuk masuk ke Jakarta. Padahal populasi sapi potong di beberapa daerah justru meningkat, namun kebijakan tetap mengarah kepada pada impor daging. "Dari sinilah yang kemudian ada tersangka yang sudah ditetapkan KPK," ujarnya. Busyro tegas menyebutkan, pelaku kartel itu adalah pengusaha, birokrasi, dan politisi. Menurutnya kebijakan pengetatan impor didesain menjadi lahan
rent seeking. "Adanya kelemahan dalam kebijakan dan tata laksana impor akibat praktik
rent seeking dan kartel," tegas Busyro.
Kelemahan aturan itulah yang membuat pembagian kuota impor rawan kolusi antara pengusaha-politisi-birokrasi. Peruntukan impor tidak jelas, persyaratan importir sapi hidup dan daging juga tidak ketat. Inilah kebijakan impor sapi bibit yang rawan penyalahgunaan. KPK-pun mengusulkan 8 rekomendasi perbaikan tata niaga impor sapi. Usulan itu adalah; penguatan kelembagaan peternak sapi lokal dalam pemasaran melalui koperasi peternak, revitalisasi fungsi pasar ternak dan RPH, optimalisasi peran pemerintah daerah, evaluasi kebijakan daerah terkait distribusi sapi antar pulau, pembangunan sarana dan prasarana transportasi, perbaikan tata laksana dan pengawasan importasi melibatkan stakeholder, dan integrasi otoritas di pelabuhan. KPK berencana menyampaikan kajiannya perihal tata niaga sapi ini ke Presiden. "Saya yakin presiden akan menindaklanjutinya, meski kini beban berat dengan partainya," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri