KPK akan bidik perusahaan tambang nakal



BANJARMASIN. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas menyatakan akan menyikat habis perusahaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) yang nakal. Terutama perusahaan yang sengaja mengemplang atas kewajiban-kewajibannya kepada negara. Yang ujungnya negara mengalami kerugian mencapai triliunan rupiah. 

"Sektor swasta harus disentuh supaya jangan sampai menjadi semacam godfather. Ini tidak sehat seperti mafia tambang dan harus diakhiri," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, Rabu (26/3).

Memang tidak dipungkiri, sejauh ini KPK lebih menekankan pada sisi pencegahan. Meski demikian KPK membuka pintu selebar-lebarnya untuk menyeret perusahaan-perusahaan pengeruk kekayaan alam ke meja hijau. "Kini kita tengah melakukan investigasi menyangkut hal ini," ujarnya. 


Merujuk pada pasal 1 UU No.21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), KPK bisa menyeret perusahaan swasta ke ranah pidana korupsi. Dimana dalam pasal 2 dan 3 disebutkan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling besar Rp 1 miliar. 

Sejalan dengan itu, KPK mulai memfokuskan kepada 12 provinsi yang terkenal dengan hasil pertambangannya melimpah. Antara lain, kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku.

Drektur Program Minerba dan Batubara Kementerian ESDM, Paul Lubis menggambarkan terdapat 10.918 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Sebanyak 6.041 telah berstatus clean & clear (CNC) dan 4.877 sisanya berstatus non CNC. "Sedangkan pada 12 provinsi itu, terdapat 7.501 IUP dengan 4.365 berstatus CNC dan 3.136 non CNC," ujar Paul. 

Sejak 2005-2013, piutang negara tercatat sebesar Rp 1.308 miliar, terdiri dari iuran tetap Rp 31 miliar atau 2,3 % dan royalti sebesar 1.277 miliar atau 97,6 %. Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi yang dilakukan koordinasi supervisi oleh KPK sebesar Rp 905 miliar atau 69 % dari total piutang. 

Terdiri dari iuran tetap sebesar 23 miliar rupiah dan royalti sebesar 882 miliar rupiah. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi itu.

Paul menjelaskan pihaknya sudah mengambil langkah tegas terhadap perusahaan nakal yang menunggak pembayaran royalti. Misal dengan menggunakan skema buka tutup. "Jika mereka membayar maka Syahbandar Pelabuhan akan melakukan pengapalan atas produksi pertambangan perusahaan. Sebaliknya jika kita membayar makan Syahbandar tidak akan melakukan pengapalan," ujarnya. 

Skema ini sudah berjalan di Kalimantan Timur (Kaltim). Jika nantinya perusahaan tetap membandel sampai batas waktu enam bulan yakni September mendatang maka ESDM bakal melimpahkannya ke penegak hukum. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan