Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menjual saham milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Kendati begitu KPK masih menunggu putusan memiliki hukum tetap (
inkracht) untuk mengeksekusi. Yuyuk Andrianti Iskak Plh Humas KPK mengatakan, langkah KPK untuk menjual sejumlah saham akan dimaksimalkan untuk pengembalian keuangan negara. Sekadar mengingatkan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (15/6) lalu menyatakan Nazaruddin terbukti melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi. Pembelian sejumlah saham itu dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permai, kelompok Perusahaan milik Nazaruddin.
Dimana, sumber penerimaan keuangan Grup Permai berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang dana anggarannya berasal dari pemerintah. Uang tersebut salah satunya digunakan oleh Nazaruddin untuk membeli saham PT Garuda Indonesia pada tahun 2011 menggunakan anak perusahaan Grup Permai. "Ada dua proses yang bisa dilakukan yakni dilelang atau diserahkan ke BUMN tertentu atas persetujuan kementerian keuangan," jelas Yuyuk saat dihubungi KONTAN, Jumat (17/6). Adapun nantinya, yang melakukan hal itu adalah jaksa eksekutor KPK. Berdasarkan keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saham yang dimiliki Nazaruddin sejak 2011 itu ditaksir dengan nilai sebesar Rp 300 miliar. Adapun sebelumnya salah satu JPU KPK Kresno Anton Gunawan mengatakan nilai saham tersebut dapat berubah sejak saat penyitaan. "Saat ini belum tahu berapa, nanti akan dinilai terlebih dahulu oleh tim satgas KPK," ungkapnya. Adapun saat ini memang putusan terhadap Nazaruddin belum memiliki kekuatan hukum tetap. Pasalnya, pihaknya masih memiliki waktu tujuh hari sejak putusan untuk melakukan upaya hukum jika tak puas atas putusan itu. "Kami masih pikir-pikir karena belum terima salinan putusan, kami juga belum membaca pertimbangan majelis dengan lengkap," tambah Kresno. Sebab, putusan majelis itu tidak 100% sesuai dengan tuntutan JPU KPK. Sekadar informasi, Nazaruddin divonis enam tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar, subsidier satu tahun penjara. Dimana, putusan tersebut lebih ringan satu tahun dari tuntutan JPU KPK. Adapun terkait putusan itu, Nazaruddin sendiri enggan mengajukan banding, "Saya terima semua putusan majelis dengan ikhlas," ungkapnya. Dalam sidang putusan yang diketuai majelis hakim Ibnu Basuki Widodo mengatakan, Nazaruddin terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) semasa dia menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Dirinya, terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pasal 3 ayat (1) huruf a, c, dan e UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto