JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memanggil penyelenggara negara yang turut menerima souvenir iPod dari pesta resepsi pernikahan anak Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Hal tersebut dilakukan KPK jika lembaganya memang memerlukan keterangan untuk kemudian menentukan apakah penerimaan souvenir tersebut termasuk ke dalam gratifikasi. "Pertama nilai barang, kedua terhadap proses pemberiannya, dalam konteks apa. Untuk keduanya itu tentu KPK bisa lakukan klarifikasi terhadap penerima dan pemberi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (20/3). Namun demikian, lanjut Johan, untuk menindaklanjuti pembagian souvenir tersebut, terlebih dahulu harus ada yang melaporkan. Johan bilang, melaporkan penerimaan hadiah itu merupakan kewajiban si penerima. "Itu gratifikasi effort-nya ada di penerima. Kalau tidak ada pihak lain yang melaporkan, tidak bisa ditindaklanjuti," ungkapnya. Johan bilang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan tata cara pelaporan gratifikasi dalan Undang-Undang KPK, setiap penyelenggara negara penerima hadiah harus melaporkan penerimaan tersebut. "Tidak ada batasan nilai hadiah dalam bentuk apapun," tegasnya. Terkait hal ini, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) cabang Mahkamah Agung (MA) mendatangi KPK untuk meminta klarifikasi apakah penerimaan iPod oleh hakim MA digolongkan gratifikasi ataukah sebuah pemberian yang wajar. Dari hasil pertemuan antara dengan pimpinan KPK, Ketua Ikahi Topane Gayus Lumbuun mengatakan pihaknya akan segera mengumpulkan souvenir dari hakim-hakim MA secara kolektif dan membuat laporan yang akan diserahkan kepada KPK.
KPK bisa panggil penyelenggara negara terima iPod
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memanggil penyelenggara negara yang turut menerima souvenir iPod dari pesta resepsi pernikahan anak Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Hal tersebut dilakukan KPK jika lembaganya memang memerlukan keterangan untuk kemudian menentukan apakah penerimaan souvenir tersebut termasuk ke dalam gratifikasi. "Pertama nilai barang, kedua terhadap proses pemberiannya, dalam konteks apa. Untuk keduanya itu tentu KPK bisa lakukan klarifikasi terhadap penerima dan pemberi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (20/3). Namun demikian, lanjut Johan, untuk menindaklanjuti pembagian souvenir tersebut, terlebih dahulu harus ada yang melaporkan. Johan bilang, melaporkan penerimaan hadiah itu merupakan kewajiban si penerima. "Itu gratifikasi effort-nya ada di penerima. Kalau tidak ada pihak lain yang melaporkan, tidak bisa ditindaklanjuti," ungkapnya. Johan bilang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan tata cara pelaporan gratifikasi dalan Undang-Undang KPK, setiap penyelenggara negara penerima hadiah harus melaporkan penerimaan tersebut. "Tidak ada batasan nilai hadiah dalam bentuk apapun," tegasnya. Terkait hal ini, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) cabang Mahkamah Agung (MA) mendatangi KPK untuk meminta klarifikasi apakah penerimaan iPod oleh hakim MA digolongkan gratifikasi ataukah sebuah pemberian yang wajar. Dari hasil pertemuan antara dengan pimpinan KPK, Ketua Ikahi Topane Gayus Lumbuun mengatakan pihaknya akan segera mengumpulkan souvenir dari hakim-hakim MA secara kolektif dan membuat laporan yang akan diserahkan kepada KPK.