JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat makin geram terhadap salah satu kementerian di Indonesia. Siapa kementerian tersebut? Adalah Kementerian Agama (Kemenag) yang bertanggung jawab mengelola dana haji. Saking geramnya, KPK menyebut Kementerian Agama (Kemenag) merupakan kementerian yang paling nakal dalam menindaklanjuti rekomendasi pembenahan sistem yang berpotensi korup di lembaganya. KPK pernah memberikan rekomendasi kepada Kemenag tentang 48 pokok yang harus dibenahi agar tidak terjadi korupsi. Hasilnya, dari 48 pokok rekomendasi, hanya empat pokok yang ditindaklanjuti. Kemenang juga tidak mempertimbangkan kompetensi pada pembenahan sistem. Salah satu yang kini sedang dicecar KPK adalah soal pengelolaan dana haji. Lembaga anti rasuah tersebut tengah mendalami temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terkait pengelolaan dana haji periode 2004-2012 pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menegaskan, pihaknya tengah mengakses data hasil temuan PPATK itu. "Untuk temuan soal haji, saya sedang akses dari PPATK seperti apa laporan persisnya," kata Busyro melalui pesan singkat kepada wartawan pada Kamis (3/1). Sebelumnya, PPATK telah mengaudit pengelolaan dana haji periode 2004-2012. Dari audit tersebut, PPATK menemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya. Selama periode itu, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun. Dana sebesar itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi. Misalnya, dalam pemilihan bank untuk penempatan dana haji tidak dilakukan dengan parameter yang jelas. "Misalnya, tidak dijelaskan mengapa dana selalu ditempatkan di bank X, bukan bank Y. Tidak ada penjelasan, misalnya, apakah bank X memberikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang bank Y," kata Kepala PPATK M. Yusuf, pada Rabu (2/1) kemarin. Selain itu, contoh ketidaktransparanan lain adalah mekanisme penukaran valuta asing (valas) dalam penyelenggaraan haji. Penukaran valas selalu dilakukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tidak dijelaskan apa parameter dalam memilih tempat penukaran valas. Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK sebelumnya pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji atau moratorium pendaftaran haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah.
KPK Cecar kementerian paling nakal
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat makin geram terhadap salah satu kementerian di Indonesia. Siapa kementerian tersebut? Adalah Kementerian Agama (Kemenag) yang bertanggung jawab mengelola dana haji. Saking geramnya, KPK menyebut Kementerian Agama (Kemenag) merupakan kementerian yang paling nakal dalam menindaklanjuti rekomendasi pembenahan sistem yang berpotensi korup di lembaganya. KPK pernah memberikan rekomendasi kepada Kemenag tentang 48 pokok yang harus dibenahi agar tidak terjadi korupsi. Hasilnya, dari 48 pokok rekomendasi, hanya empat pokok yang ditindaklanjuti. Kemenang juga tidak mempertimbangkan kompetensi pada pembenahan sistem. Salah satu yang kini sedang dicecar KPK adalah soal pengelolaan dana haji. Lembaga anti rasuah tersebut tengah mendalami temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terkait pengelolaan dana haji periode 2004-2012 pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menegaskan, pihaknya tengah mengakses data hasil temuan PPATK itu. "Untuk temuan soal haji, saya sedang akses dari PPATK seperti apa laporan persisnya," kata Busyro melalui pesan singkat kepada wartawan pada Kamis (3/1). Sebelumnya, PPATK telah mengaudit pengelolaan dana haji periode 2004-2012. Dari audit tersebut, PPATK menemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya. Selama periode itu, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun. Dana sebesar itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi. Misalnya, dalam pemilihan bank untuk penempatan dana haji tidak dilakukan dengan parameter yang jelas. "Misalnya, tidak dijelaskan mengapa dana selalu ditempatkan di bank X, bukan bank Y. Tidak ada penjelasan, misalnya, apakah bank X memberikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang bank Y," kata Kepala PPATK M. Yusuf, pada Rabu (2/1) kemarin. Selain itu, contoh ketidaktransparanan lain adalah mekanisme penukaran valuta asing (valas) dalam penyelenggaraan haji. Penukaran valas selalu dilakukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tidak dijelaskan apa parameter dalam memilih tempat penukaran valas. Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK sebelumnya pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji atau moratorium pendaftaran haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah.