JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan tinggal diam melihat amburadulnya pengelolaan utang luar negeri. Ketua KPK Antasari Ashar mengatakan, audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal utang luar negeri akan menjadi data awal untuk mencari apakah ada penyelewengan dalam pengelolaannya. "Laporan BPK itu akan menjadi entry pointnya," ujar Antasari, Kamis (19/02). Menurut Antasari, lembaganya ini sedang mengkaji apakah dari pengelolaan utang luar negeri ini ada pelanggaran tindak pidana korupsi atau tidak. Karena bukan tidak mungkin utang luar negeri yang kebanyakan untuk membiayai proyek pembangunan Indonesia itu dimanipulasi oleh pejabat pelaksana yang berasal dari Indonesia. "Jika itu terjadi, sama saja dengan korupsi dan perlu kita tindak lanjuti," ujar Antasari. Rencananya, KPK akan segera memanggil para pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Departemen Keuangan (Depkeu) untuk menelisik lebih lanjut hasil audit BPK yang dilaksanakan sejak medio 2008 itu. Antasari menyoroti mengenai sistem stand by loan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini yang mengakibatkan, anggaran negara terbebani dengan bunga dari utang itu. Sekadar mengingatkan, hasil audit dari BPK menunjukkan ada beberapa kejanggalan yang terlihat. Misalnya saja sekitar 500 dari 2.214 perjanjian utang luar negeri (loan agreement) yang diteken pemerintah bersama sejumlah lembaga pendonor telah raib. BPK juga menemukan proyek pemerintah senilai Rp 438,47 miliar yang tidak terlalu bermanfaat. Selain itu, ada pula keterlambatan 25 proyek pemerintah. Akibat keterlambatan itu, pemerintah harus menanggung tambahan beban berupa commitment fee yang jumlahnya mencapai Rp 2,02 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
KPK Dalami Penyelewengan Utang Luar Negeri
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan tinggal diam melihat amburadulnya pengelolaan utang luar negeri. Ketua KPK Antasari Ashar mengatakan, audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal utang luar negeri akan menjadi data awal untuk mencari apakah ada penyelewengan dalam pengelolaannya. "Laporan BPK itu akan menjadi entry pointnya," ujar Antasari, Kamis (19/02). Menurut Antasari, lembaganya ini sedang mengkaji apakah dari pengelolaan utang luar negeri ini ada pelanggaran tindak pidana korupsi atau tidak. Karena bukan tidak mungkin utang luar negeri yang kebanyakan untuk membiayai proyek pembangunan Indonesia itu dimanipulasi oleh pejabat pelaksana yang berasal dari Indonesia. "Jika itu terjadi, sama saja dengan korupsi dan perlu kita tindak lanjuti," ujar Antasari. Rencananya, KPK akan segera memanggil para pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Departemen Keuangan (Depkeu) untuk menelisik lebih lanjut hasil audit BPK yang dilaksanakan sejak medio 2008 itu. Antasari menyoroti mengenai sistem stand by loan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini yang mengakibatkan, anggaran negara terbebani dengan bunga dari utang itu. Sekadar mengingatkan, hasil audit dari BPK menunjukkan ada beberapa kejanggalan yang terlihat. Misalnya saja sekitar 500 dari 2.214 perjanjian utang luar negeri (loan agreement) yang diteken pemerintah bersama sejumlah lembaga pendonor telah raib. BPK juga menemukan proyek pemerintah senilai Rp 438,47 miliar yang tidak terlalu bermanfaat. Selain itu, ada pula keterlambatan 25 proyek pemerintah. Akibat keterlambatan itu, pemerintah harus menanggung tambahan beban berupa commitment fee yang jumlahnya mencapai Rp 2,02 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News