KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah lembaga negara menyambut baik perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau
mutual legal assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern, Senin lalu (4/2). Salah satunya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menilai kesempatan ini sangat berdampak positif. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief mengatakan, dengan adanya MLA ini maka pertukaran informasi keuangan dan perpajakan antara Indonesian Swis akan lebih mudah. Terutama bagi para koruptor atau pengemplang pajak tidak akan lagi leluasa menyimpan uang hasil kejahatan di Swis karena akan gampang ditelusuri oleh aparat penegak hukum oleh kedua negara.
Dengan begitu, kapasitas penegak hukum juga sangat penting, karena proses identifikasi mulai penyelidikan hingga penuntutan sangat penting untuk bisa menemukan adanya alat bukti atau hasil kejatahan yang berada di luar negeri. Begitu juga oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menilai pekerjaannya akan dipermudah lewat MLA ini. "Kami secara prinsip menyambut positif," kata Kapuspenkum Kejagung Mukri saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (7/2). Tak menutup kemungkinan, lanjut dia, MLA ini bisa dilakukan Kejaksaan Agung untuk menangani perkara-perkara yang sudah ada ataupun yang sudah mandek lama. "Saya tidak mau spesifik perkaranya apa saja, tapi semua perkara akan kita kaji," jelas Mukri. Baik Kejagung dan KPK, keduanya memiliki sikap untuk saling bersinergi dalam menangani suatu kasus terdahulu. Bahkan, kata Laode, KPK juga siap bekerja sama dengan Central Authority di Kementerian Hukum dan Ham jika ada aset yang ingin di
recover dari Swiss. Tapi, menurut dia yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah diharapkan segera mengajukan Perjanjian MLA yang baru ditandatangani untuk segera diratifikasi oleh DPR agar menjadi dasar hukum yang mengikat dan bisa operasional."Ratifikasi biasanya dengan UU tapi bisa juga dengan Perpres/Kepres. Namun, MLA bisa dimanfaatkan asal Pemerintah Swis/Indonesia mau," katanya. Untuk hal ini, Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kementerian Hukum dan Ham Bambang Wiyono menjelaskan, perjanjian MLA tidak perlu diratifikasi. Alasannya, perjanjian itu pun sudah mengikut kedua negara. "Tidak perlu mbak, langsung implementasi saja karena sebuah perjanjian mengikat bagi para pembuatnya yang penting sepakat," tegas Bambang.
Baik KPK dan Kejagung, keduanya tergabung dalam tim perumus MLA antar kementerian. Adapun sebelum MLA, kerjasama internasional dalam pemberantasan korupsi, sebenarnya ada beberapa jalur yang dapat digunakan.
Pertama, perjanjian bileteral (negara dan negara), misalnya: perjanjian MLA, perjanjian ekstradiksi.
Kedua, perjanjian multilateral (beberapa negara mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian).
Ketiga, penggunakan konvensi internasional seperti: UNCAC atau UNTOC.
Keempat, hubungan baik antar negara. Penguatan kerjasama Internasional sangat penting artinya dalam penegakan hukum, selain karena korupsi dan kejahatan keuangan lainnya hal ini sudah bersifat transnasional dan lintas negara. Apalagi, perkembangan teknologi Informasi juga semakin tidak mengenal batas negara. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli