KPK: Hanya sepertiga perusahaan sawit bayar pajak



PEKANBARU. Tim Koordinasi dan Supervisi Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, hanya sepertiga perusahaan perkebunan sawit di Provinsi Riau yang membayar pajak.

"Temuan dari Kantor Wilayah Pajak Riau dan Kepulauan Riau hanya sepertiga perusahaan sawit yang bisa ditarik pajaknya, yang lainnya tidak. Itu karena tidak memenuhi syarat pendataan menjadi wajib pajak, seperti nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang tidak ada," kata Staf Tim Korsup Deputi Pencegahan KPK, Prof Prof Hariadi Kartodiharjo dalam kegiatan konsultasi di Pekanbaru, Rabu (24/8).

Menurutnya, Kanwil Pajak untuk bisa menarik pajak perlu 17 jenis data, seperti luas, produksi, rendemen, dan lain-lain. Kanwil pajak kesulitan mengumpulkan data tersebut dari instansi maupun satuan kerja perangkat daerah provinsi maupun kabupaten/kota.


"Maka kita konsolidasikan antar instansi untuk memastikan Kanwil Pajak bisa peroleh data. Kanwil tak punya data, kenapa? Badan Pertahanan Nasional (BPN) tidak mau ngasih," paparnya.

Lanjutnya, BPN dan Dinas Perkebunan baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak saling memberikan data untuk memastikan sebuah perusahaan merupakan wajib pajak. Akibatnya pajak di Riau hanya bisa dihimpun Rp 900 miliar hingga Rp 1 Triliun, padahal mestinya bisa Rp 9 triliun.

Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan untuk melakukan audit perizinan kelengkapan administrasi. Selain juga aspek sosial seperti plasma yang diberikan perusahaan kepada koperasi yang banyak merasa dikhianati.

Dengan demikian jika pajak bisa ditarik, akan berimplikasi juga terhadap pendapatan daerah. Dana pencegahan kebakaran lahan yang sering dikeluhkan, bisa dialokasikan dari dana pajak yang bisa dihimpun tersebut.

Menurutnya, hal ini juga sudah diungkapkan juga oleh Panitia Khusus Monitoring Lahan DPRD Riau. Pansus bahkan sudah menyatakan 1,8 juta hektare lahan perusahaan sawit di Riau terindikasi ilegal, karena berada di luar Hak Guna Usaha, berada di kawasan hutan, tidak punya NPWP, dan konflik dengan masyarakat. (Bayu Agustari Adha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini