BOGOR. Untuk pertama kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikalahkan oleh koruptor. Ini terjadi dalam gugatan tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang diajukan mantan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar, terpidana 4 tahun penjara karena menerima suap saat mengurus kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). MA mengabulkan gugatan Syarifuddin terkait penyitaan sejumlah uang yang dianggap tidak berkaitan dengan kasus suap itu. Dalam gugatannya, Syarifuddin menuntut KPK membayar ganti rugi Rp 5 miliar, tapi MA hanya mengabulkan Rp 100 juta. Di putusannya, MA juga sependapat dengan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk memerintahkan KPK mengembalikan barang bukti lain milik Syarifuddin yang tidak berhubungan dengan perkara. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, menghormati putusan tersebut. Namun, menurut Samad seharusnya Hakim Agung mempertimbangkan berbagai hal dalam mengambil keputusan itu, terutama berkaitan dengan kepentingan masyarakat. "Masyarakat itu sebenarnya ingin pemberantasan korupsi secara progresif dilakukan aparat penegak hukum," kata Samad, di sela-sela lokakarya pemberantasan korupsi, Sabtu (14/6).
KPK harus bayar koruptor Rp 100 juta
BOGOR. Untuk pertama kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikalahkan oleh koruptor. Ini terjadi dalam gugatan tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang diajukan mantan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar, terpidana 4 tahun penjara karena menerima suap saat mengurus kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). MA mengabulkan gugatan Syarifuddin terkait penyitaan sejumlah uang yang dianggap tidak berkaitan dengan kasus suap itu. Dalam gugatannya, Syarifuddin menuntut KPK membayar ganti rugi Rp 5 miliar, tapi MA hanya mengabulkan Rp 100 juta. Di putusannya, MA juga sependapat dengan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk memerintahkan KPK mengembalikan barang bukti lain milik Syarifuddin yang tidak berhubungan dengan perkara. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, menghormati putusan tersebut. Namun, menurut Samad seharusnya Hakim Agung mempertimbangkan berbagai hal dalam mengambil keputusan itu, terutama berkaitan dengan kepentingan masyarakat. "Masyarakat itu sebenarnya ingin pemberantasan korupsi secara progresif dilakukan aparat penegak hukum," kata Samad, di sela-sela lokakarya pemberantasan korupsi, Sabtu (14/6).