KPK harus periksa semua anggota komisi VII DPR



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus serius mengusut sampai tuntas dugaan korupsi di lingkungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Hal itu dikatakan pengamat Migas dan Energi, Kurtubi. Menurutnya, kasus yang sudah menyeret mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Deviardi alias Ardi (pelatih golf), kemudian disertai dengan bukti yang ada, KPK harus mampu membuktikan adanya kasus di SKK Migas.

Kurtubi mengungkapkan, fakta itu merupakan hal yang sangat penting untuk bisa lebih jauh membongkar kasus penyelewengan, kasus suap, dan upeti yang ada di industri migas nasional.


"Khususnya terkait dengan SKK Migas. Tentunya KPK tidak boleh tinggal diam. Jadi, sudah terkuak bukti persidangan, rakyat mengharapkan agar korupsi di Migas ini bisa dibuka selebar-lebarnya," kata Kurtubi ketika dikonfirmasi  wartawan di Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Dia menuturkan, KPK tidak boleh membiarkan ini berhenti pemeriksaannya hingga disini saja,  KPK juga harus memeriksa Wakil Ketua Komisi VII dan semua anggota Komisi VII tampa terkecuali, karena langkah itu jelas sebagai jawaban agar rakyat bisa memperoleh gambaran secara jelas, bahwa KPK serius membabat korupsi yang ada di sektor migas nasional. Karena sebagaimana diakui, migas merupakan salah satu sumber sarang korupsi, di samping sektor pajak. Menurutnya, uang yang beredar di industri migas ini begitu besar.

"Seperti penerimaan negara dari migas luar biasa besarnya, bisa Rp 300 triliun. Lalu uang yang beredar dalam rangka cost recovery sekitar Rp150 triliun, yang rawan dikorupsi. Di mana banyak melibatkan supplier, kontraktor yang akan menangani proyek-proyek di perusahaan minyak," bebernya.

Dia menuturkan, potensi uang yang begitu besar jelas membuat anggota DPR tergiur untuk meneguk juga mengeruk pundi dari sektor ini. Saat Ditanya apakah Efendi Simbolon juga perlu di periksa oleh KPK, Kurtubi mengatakan apagunanya pemeriksaan di KPK kalau tidak ditindak lanjuti, “Harus dong harus di periksa  dan kalau sudah ada dua alat bukti ya harus ditangkap dong,” kata dia.

Lanjut Kurtubi.Contoh jelas sekali terlihat dari upaya salah seorang anggota atau pimpinan Komisi VII untuk memengaruhi pimpinan BP Migas/SKK Migas, agar perusahaan tertentu dimenangkan dalam pembangunan infrastuktur di hulu. Seperti yang disebutkan di situ untuk konstruksi Indonesia Deepwater Development (IDD).

"Sudah jelas dari kesaksian-kesaksian kemarin itu. Ini harus dibuktikan oleh KPK lebih lanjut," ucapnya.

Dia menuturkan, pendanaan IDD itu seluruh biaya pembangunan infrastuktur platform-nya 100 persen dibayar oleh negara lewat cost recovery. Berapapun yang disetujui oleh BP Migas atau SKK Migas akan dibayar negara.

Baik dari rencana pembangunan infrastruktur itu harus memperoleh persetujuan Plan of Development (PoD) SKK Migas, pengesahkan dan pengeluaran Authorized For Expenditure (AFE), hingga berperan meloloskan pemenang kontraktor yang membangun proyek itu.

"Coba bayangkan, dari awal sampai akhir BP Migas yang berkuasa. DPR bermain di situ, sangat empuk. Di mana, kontraktor yang akan garap proyek-proyek itu, nilanya besar sekali. Ini mudah-mudahan pintu masuk (KPK)," tandasnya.

Dalam sidang Rudi dan Ardi terkuak soal tiga praktik kotor anggota Komisi VII DPR. Pertama, permintaan upeti USD1 juta dari era Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Kedua, penitipan pemenangan perusahaan dalam tender di SKK Migas. Ketiga, pertemuan-pertemuan nonformal pejabat SKK Migas-Komisi VII untuk pembahasan kebijakan migas.

Sebelumnya , di persidangan Enam nama yang disebut-sebut terkait dengan itu yakni Jhonny Allen, Sutan Bhatoegana, Zainudin Amali, Presiden Direktur dari PT Rajawali Swiber Cakrawala Deni Karmaina, Rudi, dan Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko.

Sementara di Komisi VII ada Efendi Simbolon juga yang menjadi Wakil Ketua Komisi, dan Achmad Farial. Kenapa tidak diperiksa, ini juga bisa membuka ruang buat KPK untuk memperkuat kasus ini terungkap. (Hasanudin Aco)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan