KPK ingin Anas dijatuhi hukuman paling berat



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sependapat dengan tuntutan terhadap Anas Urbaningrum yang telah disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Oleh karena itu, KPK berharap majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.

"Kami berharap hakim akan sependapat dengan tuntutan JPU bahwa Anas telah terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan serta karena itu menjatuhkan hukuman yang paling maksimal sesuai kesalahannya," kata wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (23/9).

Lebih lanjut menurut Bambang, pihaknya menilai fakta-fakta persidangan telah membuktikan dengan sangat meyakinkan bahwa Anas menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang. Menurut Bambang, Anas terbukti membeli Anugrah Group, mendapatkan gaji, penghasilan serta fasilitas dari perusahaan tersebut.


Bambang memperinci, berdasarkan saksi Bertha serta bukti elektronik Anas terbukti berambisi menjadi Presiden dengan menjadi Ketua Partai Demokrat sebagai tahap awalnya. Kemudian kata Bambang, Anas telah terbukti bersama-sama Nazaruddin bergabung dalam Anugrah Group yang kemudian berubah nama menjadi Permai Group untuk menghimpun dana-dana.

"Anas terbukti membeli saham (Anugrah Group) 30% pada 1 Maret 2007 dari Nazar dengan dibubuhi cap jempol yang identik sama dengan Anas sesuai Pusnafis Bareskim," tambah Bambang.

Bambang juga menyebut, Anas terbukti menerima gaji yang tercatat dalam pengeluaran perusahaan sesuai bukti buku dan dokumen serta saksi Yulianis, yakni menerima Camry dan Harier dan biaya-biaya lainnya dari Anugrah. Selain itu, Anas juga terbukti memerintahkan Nazar melarikan diri ke Singapura untuk mengamankan kasus sesuai keterangan Mauren dan Neneng Sri Wahyuni.

"Anas bersama Atthiyah Laila terbukti membuat dokumen yang back dated seolah mengundurkan diri dari PT Dutasari Citralaras sejak tahun 2009. Hal ini ditopang oleh Mahfud Suroso yang menyuruh bakar dokumen-dokumen dan juga menyuruh saksi Rony Wijaya untuk cabut keterangan," tutur Bambang.

Lebih jauh Bambang mengungkapkan, Anas terbukti membuka kantong bisnis di Anugrah Group untuk mengumpulkan fee sebesar 7%-22% sejak 2009-2010 yang berasal dari proyek-proyek BUMN. Fee tersebut juga tercatat oleh Yulianis selaku Direktur Keuangan Anugrah Group dengan nilai mendekati Rp 1,1 triliun.

Selain itu kata Bambang, Anas ternyata berperan selaku anggota DPR dalam pengurusan proyek yang menjadi mitra kerja Komisi X dengan penerimaan lebih Rp 118 miliar, dengan rincian: dari PT Adhi Karya sekitar Rp 2,3 miliar, dari Nazaruddin sebesar Rp 84 miliar untuk persiapan pencalonan ketua umum, serta penerimaan Harrier, Vellfire dan penerimaan lain.

"Anas terbukti menggunakan dana-dana tersebut juga untuk membeli aset dan kekayaan baik berupa tanah maupun bangunan, yaitu membeli beberapa tanah dan bangunan di Duren Sawit, membeli tanah seluas 7.870 m2 di Panjaitan Serta beberapa tanah di Bantul, Yogyakarta," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie