JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kekayaan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah masih belum bisa dikelola dengan baik. Hal itu disebabkan tata kelola yang buruk dari pemerintah. Berdasarkan hasil kajian KPK di sektor ini, sedikitnya ada 10 persoalan terkait pengelolaan pertambangan yang diamanatkan UU, namun belum selesai hingga saat ini. "Antara lain renegosiasi kontrak (34 KK dan78 PKP2B), peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, penataan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan serta peningkatan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation)," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi dalam siaran pers, Selasa (29/4). Johan mengatakan, lima persoalan lainnya adalah pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang, penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pengembangan sistem data dan informasi, pelaksanaan pengawasan, dan pengoptimalan penerimaan negara. Karena itu, KPK melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dengan melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi. Ini dimaksudkan untuk mengawal perbaikan sistem dan kebijakan pengelolaan PNBP mineral dan batubara. Johan bilang, Ditjen Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mencatat, sejak 2005-2013, piutang negara tercatat sebesar Rp 1.308 miliar. Piutang itu terdiri dari iuran tetap Rp 31 miliar atau 2,3% dan royalti sebesar Rp 1.277 miliar atau 97,6 %. Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi yang dilakukan korsup sebesar Rp 905 miliar rupiah atau 69% dari total piutang. Terdiri dari iuran tetap sebesar Rp 23 miliar dan royalti sebesar Rp 882 miliar. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi.
KPK janji optimalkan pengelolaan minerba di Sumsel
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kekayaan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah masih belum bisa dikelola dengan baik. Hal itu disebabkan tata kelola yang buruk dari pemerintah. Berdasarkan hasil kajian KPK di sektor ini, sedikitnya ada 10 persoalan terkait pengelolaan pertambangan yang diamanatkan UU, namun belum selesai hingga saat ini. "Antara lain renegosiasi kontrak (34 KK dan78 PKP2B), peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, penataan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan serta peningkatan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation)," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi dalam siaran pers, Selasa (29/4). Johan mengatakan, lima persoalan lainnya adalah pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang, penerbitan aturan pelaksana UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pengembangan sistem data dan informasi, pelaksanaan pengawasan, dan pengoptimalan penerimaan negara. Karena itu, KPK melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dengan melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi. Ini dimaksudkan untuk mengawal perbaikan sistem dan kebijakan pengelolaan PNBP mineral dan batubara. Johan bilang, Ditjen Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mencatat, sejak 2005-2013, piutang negara tercatat sebesar Rp 1.308 miliar. Piutang itu terdiri dari iuran tetap Rp 31 miliar atau 2,3% dan royalti sebesar Rp 1.277 miliar atau 97,6 %. Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi yang dilakukan korsup sebesar Rp 905 miliar rupiah atau 69% dari total piutang. Terdiri dari iuran tetap sebesar Rp 23 miliar dan royalti sebesar Rp 882 miliar. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi.