KPK membidik tersangka korporasi dalam korupsi KTP elektronik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain mendalami adanya tindak pidana pencucian uang dalam kasus korupsi KTP elektronik (KTP-El), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berencana membidik korporasi dalam kasus ini.

Hal tersebut dikatakan oleh Wakil ketua KPK Saut Situmorang sebagai pengembangan kasus tersebut. "Belakangan ini selain tindak pidana pencucian uang, KPK juga mengejar pidana korporasinya, hanya memerlukan waktu saja," kata Saut saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (29/4).

Sekadar informasi, dari penelusuran Kontan.co.id, ada enam korporasi yang ikut menikmati keuntungan proyek KTP-El. Mereka adalah PT Sandipala Artha Putra yang dapat untung Rp 145,85 miliar, PT Mega Lestari dengan keuntungan Rp 148,86 miliar.


Mega Lestari adalah induk usaha dari Sandipala, sementara Sandipala merupakan perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bersama Perum PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo. Konsorsium PNRI merupakan pemenang tender proyek KTP-El.

PT Quadra Solution dapat cuan Rp 79 miliar, Perum PNRI dapat uang Rp 107,71 miliar, Sucofindo dapat untung Rp 8,32 miliar, Len Industri dapat untung Rp 3,41 miliar. Selian itu adapula keuntungan yang masuk ke konsorsium PNRI senilai Rp 137,98 miliar.

Nama-nama perusahaan ini telah disebutkan dalam persidangan korupsi KTP-El. Meski demikian Saut enggan memberitahu, perusahaan mana yang akan dibidik KPK.

"Belum boleh disebutlah, banyak yang harus dilakukan dulu, sabar saja ya," sambung Saut.

Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 13/2016 tentang Tata Cara Penindakan Korupsi Korporasi, ada tempat tiga faktor yang dapat menjerat korporasi jadi tersangka korupsi. Sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat (2) a; b; c.

Pertama, korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi. Kedua, korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Dan terakhir, korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Hingga saat ini, KPK sudah menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka korupsi. Ketiga perusahaan ini adalah PT Nusa Konstruksi Enjiniring (DGIK) yang tersangkut jejaring korupsi Nazaruddin, atas pembangunan RS Udayana, dan Wisma Atlet Kemayoran.

Kemudian, adapula PT Nindya Karya (Persero) bersama PT Tuah Sejati yang jadi tersangka korupsi atas pembangunan Dermaga Sabah, Aceh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati