JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam kasus dugaan suap Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung kepada Gubernur Riau Annas Maamun. "KPK saat ini mengkonsentrasikan, dalami jenjang pengambilan keputusan. Kami mau liat siapa yg paling bertanggungjawab berdasarkan kewenangan yang dimiliki," kata Ketua KPK, Abraham Samad, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/12). Lebih lanjut, menurut Abraham, pihaknya juga tidak bisa menyimpulkan bahwa Ketua MPR tersebut terlibat dalam kasus ini. "Dalam SOP KPK, kami tidak pernah menjadikan tersangka dengan dua alat bukti," tambah Abraham.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Wakil Ketua KPK, Zulkarnain. Menurut Zul, keterlibatan Zulkifli dalam perkara suap lahan hutan Riau masih perlu dibuktikan terlebih dahulu. Penyebutan nama Ketua MPR di dalam dakwaan harus dibuktikan terlebih dulu dalam proses persidangan. Dalam surat dakwaan Gulat, Zulkifli disebut memberikan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas kurang lebih 1.638.249 hektare (Ha), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas kurang lebih 717.543 Ha dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas kurang lebih 11.552 Ha di Provinsi Riau. Dalam pidatonya di HUT Riau Agustus 2014 lalu, Zulkifli mempersilahkan masyarakat untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut. SK tersebut kemudian menjadi celah bagi Gulat untuk melakukan suap kepada Annas yang tengah mengajukan revisi ke Kementerian Kehutanan. Sehubungan dengan adanya kesempatan melakukan revisi tersebut, Annas menerbitkan Surat Gubernur Riau perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau Dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan. Surat itu kemudian dibawa ke Zulkifli Hasan pada 14 Agustus 2014. Dalam pertemuan tersebut, Zulkifli Hasan memberikan tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut. Zulkifli secara lisan juga memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Provinsi Riau maksimal 30.000 Ha.
Saay itulah Gulat meminta agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan dan menjadi bukan kawasan hutan. Gulat memaksa kawasan itu dimasukkan ke dalam usulan Gubernur padahal berdasarkan penelahaan, ada beberapa kawasan yang diusulkan tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung. Atas hal itu, Annas meminta uang kepada Gulat sebesar Rp 2,9 miliar untuk mengurus hal itu. Namun, Gulat hanya mampu menyiapkan US$ 166,100 atau setara Rp 2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar kurang lebih US$ 125 ribu atau setara 1,5 miliar dan sisanya kurang lebih US$ 41.100 atau setara Rp 500 juta uang milik Gulat sendiri. Atas perbuatan itu, Gulat didakwa melangar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sebagaimana pasal tersebut, Gulat terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 250 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia