KPK mulai telusuri 34 proyek listrik mangkrak



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri dugaan korupsi terhadap 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Dari 34 proyek tersebut, sebanyak 12 proyek di antaranya benar-benar tidak bisa dilanjutkan, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi negara.

Berdasar hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ada anggaran mencapai Rp 4,94 triliun yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan proyek tersebut.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan, KPK memang tengah fokus menelusuri masalah-masalah energi, termasuk beberapa proyek pembangkit listrik yang mangkrak. “Kenapa telantar dan tidak selesai tepat waktu, itu yang kami pelajari," kata Laode, akhir pekan lalu.


Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menambahkan, mangkraknya sebuah proyek belum tentu disebabkan tindak pidana korupsi. Untuk itu, diperlukan pengumpulan bahan yang mendalam agar bisa menentukan status ke-34 proyek listrik tersebut.

Saat ini, KPK belum bisa memastikan apakah proyek-proyek tersebut tidak berjalan lantaran ada tindak pidana korupsi atau tidak. "Menentukan apakah ada korupsi itu kan tidak mudah," tandas Yuyuk.

Firdaus Ilyas, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) mengatakan, selama ini, proyek kelistrikan memang rawan dijadikan alat berburu rente.

"Praktik selama ini, kenapa listrik mahal dan kondisinya tidak berkelanjutan, lantaran didesain untuk sekadar pengadaan proyek. Bahkan tanpa memperhatikan ketersediaan energi primer dan jalur transmisi," katanya.

Menurutnya, dari 34 proyek listrik dalam amanat Perpres No. 71/2006 itu, seluruhnya berbahan bakar batubara. Sementara kelayakan batubara dalam hal ketersediaan dan isu lingkungan sudah tidak relevan lagi. Sehingga pemerintah juga perlu mengevaluasi apakah memang perlu dilanjutkan atau tidak.

Selain itu, kinerja tim koordinasi percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang diatur dalam Perpres No. 72/ 2006 juga perlu dievaluasi. Pasalnya, tim ini memiliki kewenangan mulai dari yang berkaitan dengan pendanaan sampai kebijakan ketersediaan batubara. "Apakah mereka sudah bekerja sesuai kewenangannya atau hanya bagian tim stempel saja?" kata Firdaus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia