KPK pastikan laporan Ahok terkait UPS berlanjut



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan laporan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tentang dugaan 'dana siluman' APBD tetap diproses kendati saat ini Polda Metro Jaya mulai penyelidikan pengadaan Uninterruptable Power Supply (UPS) sekolah yang juga ada di APBD 2014-2015.

Alasannya, karena laporan yang disampaikan Ahok ke KPK adalah tentang dugaan korupsi penggunaan atau realisasi dan pengelembungan nilai proyek (mark-up) APBD 2012 hingga 2015. Dan pengadaan UPS adalah salah satu di antara sekian banyak mata anggaran APBD yang diduga terjadi tindak pidana korupsi tersebut.

"Kan dugaan kasusnya beda. Kami tidak tahu proses di sana sampai di mana. Tapi, prosesnya di kami masih tahap pulbaket (pengumpulan bahan keterangan)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Sabtu (7/3/2015).


Selain alasan perbedaan kasus, di antara lembaga penegak hukum juga ada koordinasi. "Biasanya kalau menyangkut tindak pidana korupsi, kalau di lembaga penegak hukum lain sudah masuk tahap penyidikan pasti ada kordinasnya dengan KPK. Biasanya kalau penyidikan tipikor, mereka (kepolisian) memberi SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ke kami juga," jelasnya.

Dalam laporan ke kantor KPK pada 27 Februari 2015, Ahok menyampaikan tentang dugaan terjadinya penyimpangan realisasi dan mark-up nilai proyek dalam APBD 2012 hingga 2015. Hal itu diketahui setelah Ahok dan jajarannya menggunakan sistem e-budgeting terhadap APBD 2015 yang disahkan oleh pihak DPRD.

Dengan penyisiran data melalui sistem e-budgeting, pihak Ahok menemukan adanya sejumlah mata anggaran siluman senilai Rp 12,1 triliun dalam APBD 2015 yang disahkan oleh pihak DPRD. Padahal, mata anggaran tersebut tidak pernah ada saat masih dalam pembahasan antara jajaran Pemprov dan DPRD.

Mata anggaran yang paling menonjol adalah pengadaan pemasok daya bebas ganggung atau Uninterruptable Power Supply (UPS) untuk sekolah di DKI Jakarta. Padahal, pengadaan barang seharga sekitar Rp 6 miliar per unit itu juga sudah ada dalam APBD pada 2014. Namun, mata anggaran yang sama kembali dimasukkan ke dalam APBD 2015.

Selain itu, sebagian besar perusahaan pemenang tender pengadaan UPS itu diduga fiktif. Apalagi, pihak sekolah tidak pernah mengajukan kebutuhan UPS ke dinas pendidikan. Hasil penelusuran oleh pihak Ahok dan jajarannya, rupanya modus seperti ini sudah terjadi sejak 2012 lalu. (Abdul Qodir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa