KPK periksa Jero Wacik di kasus ESDM



JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Jero Wacik atas dugaan pemerasan di lingkungan Kementerian ESDM. Menyusul permohonan penundaan persidangan praperadilan Jero Wacik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kepala bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan bahwa akan melakukan pemeriksaan terhadap Jero Wacik. "Ya, ia akan diperiksa selaku tersangka dalam kasus pemerasan di Kementerian ESDM" ujar Priharsa Nugraha di KPK, Senin (13/4).

Upaya praperadilan yang diajukan Jero Wacik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun ditunda sidangnya karena permintaan dari pihak KPK. Diketahui, sidang perdana praperadilan ditunda hingga 20 April.


Berdasarkan informasi modus dalam melakukan dugaan pemerasan itu, yakni pasca dilantik sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero meminta tambahan dana operasional menteri (DOM). Sebab, Jero merasa dana operasional itu dinilainya tidak mencukupinya.

Para pejabat lingkungan Kementerian ESDM telah memberikan dana sepanjang 2011 sampai dengan 2013 sebesar Rp 9,9 miliar. Dana itu diduga digunakan Jero untuk kepentingan pribadi, pihak ketiga, dan pencitraan. Namun, angka tersebut masih bisa bertambah.

Setelah berjalannya kasus di Kementerian ESDM, KPK juga menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Kementeri Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) tahun 2008-2011.

Dia diduga telah melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau penyalahgunaan wewenang terkait anggaran di Kemenbudpar ketika dia menjabat sebagai Menteri. Seperti diketahui, politikus Partai Demokrat itu diduga melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP. Dia diduga melakukan pemerasan dan penyalahgunaan kewenangan terkait jabatannya.

Atas perbuatannya tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 7 miliar. Politikus Demokrat ini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto