JAKARTA. Ketua DPR Marzuki Alie menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) egois jika terus meminta penghentian pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurutnya, kedua RUU itu menyangkut aspek yang sangat luas bagi perbaikan hukum di Indonesia, dan tidak sebatas pada aturan pemberantasan korupsi. "Terlalu picik kalau saya bilang. Pandangan itu terlalu sempit. Lihat KUHAP dan KUHP kan bicaranya sistem besar penegakan hukum, masak gara-gara KPK langsung kita matikan semua," kata Marzuki, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (24/2/2014) malam. Marzuki berpandangan, kekhawatiran terhadap RUU KUHP dan KUHAP yang akan memangkas kewenangan KPK, keliru. Ia menjamin pembahasan RUU ini di DPR justru mendukung agar fungsi KPK diperkuat, Jika tak puas, ia mempersilakan KPK untuk terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. "Pasal-pasal yang dianggap menggorok (kewenangan KPK) kami dukung supaya tidak menggorok. Itu yang penting," katanya. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyayangkan tetap berjalannya pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP di DPR. Bambang menganggap para koruptor akan bersukacita jika pembahasan kedua RUU tersebut batal dihentikan. Menurutnya, untuk mencegah hal tersebut, proses pembahasan sebaiknya tidak bersifat elitis dan eksklusif. KPK, lanjut dia, mengharapkan agar lembaga penegak hukum lainnya dan lembaga terkait, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kompolnas, dan Komisi Kejaksaan, juga dilibatkan secara substansial. Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menegaskan, tidak ada maksud pemerintah dan tim penyusun RUU KUHP-KUHAP untuk memangkas kewenangan KPK melalui revisi dua undang-undang tersebut. Pemerintah berencana bertemu dengan KPK untuk membahas masalah itu. (Indra Akuntono)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
KPK picik minta pembahasan RUU KUHAP dihentikan
JAKARTA. Ketua DPR Marzuki Alie menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) egois jika terus meminta penghentian pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurutnya, kedua RUU itu menyangkut aspek yang sangat luas bagi perbaikan hukum di Indonesia, dan tidak sebatas pada aturan pemberantasan korupsi. "Terlalu picik kalau saya bilang. Pandangan itu terlalu sempit. Lihat KUHAP dan KUHP kan bicaranya sistem besar penegakan hukum, masak gara-gara KPK langsung kita matikan semua," kata Marzuki, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (24/2/2014) malam. Marzuki berpandangan, kekhawatiran terhadap RUU KUHP dan KUHAP yang akan memangkas kewenangan KPK, keliru. Ia menjamin pembahasan RUU ini di DPR justru mendukung agar fungsi KPK diperkuat, Jika tak puas, ia mempersilakan KPK untuk terlibat dalam pembahasan RUU tersebut. "Pasal-pasal yang dianggap menggorok (kewenangan KPK) kami dukung supaya tidak menggorok. Itu yang penting," katanya. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyayangkan tetap berjalannya pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP di DPR. Bambang menganggap para koruptor akan bersukacita jika pembahasan kedua RUU tersebut batal dihentikan. Menurutnya, untuk mencegah hal tersebut, proses pembahasan sebaiknya tidak bersifat elitis dan eksklusif. KPK, lanjut dia, mengharapkan agar lembaga penegak hukum lainnya dan lembaga terkait, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kompolnas, dan Komisi Kejaksaan, juga dilibatkan secara substansial. Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menegaskan, tidak ada maksud pemerintah dan tim penyusun RUU KUHP-KUHAP untuk memangkas kewenangan KPK melalui revisi dua undang-undang tersebut. Pemerintah berencana bertemu dengan KPK untuk membahas masalah itu. (Indra Akuntono)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News