KPK-Polri berseteru, pasar tetap melaju



JAKARTA. Gesekan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri kembali terjadi. Ibarat film, sekuel ketiga Cecak versus Buaya ini turut menyedot perhatian publik, termasuk pelaku pasar modal Indonesia.

Sejumlah analis yang dihubungi KONTAN berkeyakinan, konflik antara KPK dan Polri tak mempengaruhi pasar modal. Paling tidak, konflik dua lembaga itu belum mengganggu ekonomi lokal. Setidaknya gambaran itu masih tecermin dari pergerakan pasar saham. Jumat (23/1), saat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap aparat Bareskrim Polri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menembus rekor baru, yakni naik 1,35% menjadi 5.323,89.

Bahkan hari itu juga, investor asing mencatatkan net buy Rp 1,6 triliun. Tapi memang, saat konflik KPK dan Polri memanas, pasar saham tengah kedatangan dewa penolong dari luar negeri. Pasar masih sumringah, setelah Bank Sentral Eropa alias European Central Bank (ECB) meluncurkan stimulus € 1,1 triliun mulai Maret 2015 sampai September 2016. Selain melalui perbankan, stimulus juga mengalir melalui pembelian obligasi negara senilai € 60 miliar per bulan. Lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya, yakni € 50 miliar per bulan.


Managing Director Investa Saran Mandiri, Jhon Veter menjelaskan, selain terkait kinerja para emiten, investor lebih mencermati suku bunga dan keamanan dalam negeri. Persoalan KPK vs Polri bakal menekan pasar jika situasi makin meruncing, memicu konflik lebih luas dan menyebabkan gangguan keamanan.

Sejauh ini, Veter tak melihat konflik antara KPK dan Polri akan mengancam keamanan dalam negeri. "Keamanan akan terancam jika terjadi kerusuhan, perang atau pemberontakan," tutur dia, kemarin.

Berdasarkan catatan KONTAN, tahun 2009, gesekan KPK versus Polri juga pernah terjadi dan menyeret dua pimpinan KPK kala itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Saat konflik berlangsung antara April-November 2009, pasar modal masih positif. Bahkan selama tahun 2009, IHSG naik 86,98%.

Kepala Riset Mandiri Sekuritas, John Daniel Rachmat bilang, saat ini laju IHSG dipengaruhi berbagai faktor. Di saat politik domestik bermasalah, pasar sedang bergembira atas agenda stimulus ECB. "Ketika euforia stimulus habis, faktor politik bisa mencuat," ungkap Rachmat.

Menurut Kepala Riset First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto tantangan pasar modal adalah ekonomi global. Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia. Hingga akhir tahun, prediksi Veter dan Rachmat, IHSG berakhir di posisi 6.350. Prediksi David, IHSG berakhir 5.850, akhir tahun nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie