JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) atas pencabutan hak politik mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq seharusnya menjadi rujukan bagi hakim pengadilan di bawahnya. Hal tersebut dikatakan Bambang, lantaran selama ini Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (KPK) belum pernah mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK untuk mencabut hak politik terdakwa korupsi. "Putusan MA soal hukuman tambahan yang mencabut hak politik seseorang karena terbukti melakukan kejahatan korupsi bisa menjadi benchmark dan rujukan bagi pengadilan," kata Bambang melalui pesan singkat, Selasa (16/9). Lebih lanjut menurut Bambang, perbuatan korupsi yang dilakukan para koruptor tersebut adalah fakta yang tidak terbantahkan lantaran perilaku privatisasi dan personalisasi kekuasaan oleh pejabat publik yang dilakukan secara melawan hukum dan transaksional. "Sanksi hukum bertemu dengan sanksi sosial politik diharapkan bisa membuat efek deterent yang lebih kuat dan tegas," tambah dia.
KPK: Putusan MA di kasus Luthfi harus jadi rujukan
JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) atas pencabutan hak politik mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq seharusnya menjadi rujukan bagi hakim pengadilan di bawahnya. Hal tersebut dikatakan Bambang, lantaran selama ini Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (KPK) belum pernah mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK untuk mencabut hak politik terdakwa korupsi. "Putusan MA soal hukuman tambahan yang mencabut hak politik seseorang karena terbukti melakukan kejahatan korupsi bisa menjadi benchmark dan rujukan bagi pengadilan," kata Bambang melalui pesan singkat, Selasa (16/9). Lebih lanjut menurut Bambang, perbuatan korupsi yang dilakukan para koruptor tersebut adalah fakta yang tidak terbantahkan lantaran perilaku privatisasi dan personalisasi kekuasaan oleh pejabat publik yang dilakukan secara melawan hukum dan transaksional. "Sanksi hukum bertemu dengan sanksi sosial politik diharapkan bisa membuat efek deterent yang lebih kuat dan tegas," tambah dia.