JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai kejanggalan dalam pengelolaan dana haji periode 2004-2012 pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, pihaknya tengah mengakses dari PPATK laporan mengenai kejanggalan pengelolaan dana haji tersebut. "Untuk haji itu, sedang saya akses dari PPATK seperti apa laporan persisnya," terang Busyro, melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (3/1/2012). PPATK telah mengaudit pengelolaan dana haji periode 2004-2012. Dari audit tersebut, PPATK menemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya. Selama periode tersebut, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun. Namun, dana sebanyak itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi. Misalnya, pemilihan bank untuk penempatan dana haji tidak dilakukan dengan parameter yang jelas. "Misalnya, tidak dijelaskan mengapa dana selalu ditempatkan di bank X, bukan bank Y. Tidak ada penjelasan, misalnya, apakah bank X memberikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang bank Y," kata Kepala PPATK M Yusuf, kemarin. Contoh ketidaktransparanan lain adalah mekanisme penukaran valuta asing (valas) dalam penyelenggaraan haji. Penukaran valas selalu dilakukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tidak dijelaskan apa parameter dalam memilih tempat penukaran valas. Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK sebelumnya pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah. Menurut KPK, Kementerian Agama (Kemenag) merupakan kementerian yang paling bandel menindaklanjuti rekomendasi pembenahan sistem yang berpotensi korup di lembaganya. KPK pernah memberikan rekomendasi kepada Kemenag tentang 48 pokok yang harus dibenahi agar tidak terjadi korupsi. Dari 48 pokok rekomendasi, hanya empat pokok yang ditindaklanjuti. Kemenag juga tidak mempertimbangkan kompetensi pada pembenahan sistem.
KPK telusuri potensi korupsi dana haji di Kemenag
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai kejanggalan dalam pengelolaan dana haji periode 2004-2012 pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, pihaknya tengah mengakses dari PPATK laporan mengenai kejanggalan pengelolaan dana haji tersebut. "Untuk haji itu, sedang saya akses dari PPATK seperti apa laporan persisnya," terang Busyro, melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (3/1/2012). PPATK telah mengaudit pengelolaan dana haji periode 2004-2012. Dari audit tersebut, PPATK menemukan transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar yang tidak jelas penggunaannya. Selama periode tersebut, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp 2,3 triliun per tahun. Namun, dana sebanyak itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi. Misalnya, pemilihan bank untuk penempatan dana haji tidak dilakukan dengan parameter yang jelas. "Misalnya, tidak dijelaskan mengapa dana selalu ditempatkan di bank X, bukan bank Y. Tidak ada penjelasan, misalnya, apakah bank X memberikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang bank Y," kata Kepala PPATK M Yusuf, kemarin. Contoh ketidaktransparanan lain adalah mekanisme penukaran valuta asing (valas) dalam penyelenggaraan haji. Penukaran valas selalu dilakukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tidak dijelaskan apa parameter dalam memilih tempat penukaran valas. Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK sebelumnya pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah. Menurut KPK, Kementerian Agama (Kemenag) merupakan kementerian yang paling bandel menindaklanjuti rekomendasi pembenahan sistem yang berpotensi korup di lembaganya. KPK pernah memberikan rekomendasi kepada Kemenag tentang 48 pokok yang harus dibenahi agar tidak terjadi korupsi. Dari 48 pokok rekomendasi, hanya empat pokok yang ditindaklanjuti. Kemenag juga tidak mempertimbangkan kompetensi pada pembenahan sistem.