KPK tolak permintaan Anas soal kasur baru



JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menyatakan, kasur yang diberikan KPK untuk mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, sama saja dengan kasur yang digunakan tahanan lain. KPK, menurut Bambang, menerapkan prinsip persamaan di hadapan hukum atau equality before the law. "So far (sejauh ini) sama saja dengan yang lainnya, kan equality before the law," kata Bambang melalui pesan singkat, Sabtu (31/5/2014), saat ditanya kondisi kasur Anas di Rumah Tahanan KPK saat ini. Bambang tak menggubris permintaan tim pengacara Anas yang ingin agar kasur kliennya diganti dengan kasur yang lebih nyaman bagi kesehatan Anas. Menurut Bambang, masyarakat bisa menilai sendiri sejauh mana level profesionalitas tim pengacara Anas. "Faktanya, dia (Anas) sudah enam bulan ditahan di KPK pakai kasur yang ada, tidak problem kok. Ingat waktu minta bawa makanan sendiri karena takut diracun? Apa sekarang masih ribut soal makanan? Dari itu isu yang diajukan, rakyat akan bisa menilai level dan kualitas tersangka dan profesionalitas para lawyer-nya," tutur Bambang. Seusai mendengarkan pembacaan dakwaan dalam sidang perdananya, Jumat (30/5/2014), Anas melalui tim pengacaranya meminta kasur yang layak. Menurut pengacaranya, Firman Wijaya, kasur yang ada saat ini bisa mempengaruhi kesehatan Anas. "Kalau KPK tidak bisa menyediakan, nanti kami yang sumbang agar bisa membeli kasur," sambung pengacara Anas lainnya, Adnan Buyung Nasution. Atas permintaan ini, Ketua Majelis Hakim Haswandi meminta tim penasehat hukum Anas menyampaikan hal itu langsung kepada KPK, bukan dalam persidangan. Anas didakwa menerima pemberian hadiah atau janji berupa Toyota Harrier, Toyota Vellfire, dana Rp 478 untuk survei pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat, serta uang Rp 116 milair dan 5,2 juta dollar AS. Uang tersebut didakwakan diterima Anas dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014. Selain menerima uang, Anas didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar. Menurut surat dakwaan, uang Rp 20,8 miliar itu disamarkan asal-usulnya dengan dibelanjakan menjadi sejumlah lahan dan bangunan di Jakarta serta di Yogyakarta. Adapun uang Rp 3 miliar diduga digunakan Anas untuk mengurus izin usaha pertambangan (IUP) di Kutai Timur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan