KPK vs hasrat korupsi



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan aksi tangkap tangan terhadap penyelenggaran negara korup pada pekan ini. Meskipun uang sitaan dari hasil tangkap tangan ini tergolong recehan yakni ratusan juta, tapi penerimanya adalah seseorang yang selama ini dipercaya bisa menjadi "wakil tuhan" di dunia untuk memberikan keadilan kepada masyarakat. Hakim di Pengadilan Tipikor Bengkulu itu bernama Dewi Suryana dan panitera pengganti Hendra Kurniawan, dan tersangka penyuapnya adalah Syuhadatul Islamy.

Setidaknya dalam sebulan terakhir ini KPK melakukan tangkap tangan terhadap tiga kasus. Selain hakim di Pengadilan Tipikor Bengkulu, KPK sebelumnya menjaring Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno yang menerima suap. Lalu Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono, dengan barang bukti hasil tangkapan paling jumbo mencapai Rp 20,74 miliar.

Aksi tangkap tangan KPK ini sebagai bukti lembaga ini tetap bekerja seperti biasa, meskipun di bawah tekanan berat dari upaya pengerdilan lembaga ini. Seperti getolnya Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI yang mengungkap pelbagai intrik guna menyudutkan lembaga ini. Tak hanya itu, teror terhadap lembaga anti rasuah ini juga tidak berhenti, mulai teror terhadap penyidiknya dan hujan laporan-laporan dugaan pidana kepada pimpinan KPK.


Maraknya aksi tangkap tangan ini menunjukkan gairah penyelenggara negara untuk makan uang haram tidak reda dan makin membara. Ada kecenderungan meningkat, karena dalam beberapa tahun terakhir kasus korupsi yang diungkap oleh KPK juga menunjukkan kenaikan.

Bagi masyarakat awam, dan rakyat biasa pemilik mandat, tentu ingin agar KPK tetap ada, dan lebih kuat dari yang ada sekarang. lembaga ini perlu punya tim penyidik yang independen agar bisa masuk membongkar semua lini dan instansi, termasuk Polri dan TNI. Lembaga ini juga perlu jaksa yang mandiri agar tidak ada lagi kecurigaan main mata dalam membuat tuntutan.

Itu pun rasanya tidak cukup. Kalau perlu bukan sekadar mempertahankan hak menyadap para terduga pelaku korupsi, KPK harus punya tim hakim sendiri, atau minimal ikut dalam seleksi hakim tindak pidana korupsi agar tidak ada putusan yang main-main dari hasil kerja keras tangkap tangan dan penyidikan.

Jika kita sepakat korupsi sebagai kejahatan luar biasa, pemerintah dan DPR harus berani mengubah aturan agar tidak ada remisi bagi kejahatan korupsi.                         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi