KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menemukan sejumlah produk yang berpotensi merugikan negara. Masalah ini muncul akibat perang dagang Amerika Serikat dan China yang sempat memanas. Pemerintah punya solusi untuk menghadapinya, yakni dengan kebijakan tarif bea masuk pengamanan (
safeguard). Ketua KPPI Mardjoko menjelaskan dalam kondisi pasar global yang semakin kompetitif,
safeguard menjadi salah satu instrumen yang bisa digunakan untuk menghadang kerugian serius atau ancaman kerugian bagi industri dalam negeri.
Baca Juga: Kemendag sikapi kebijakan modernisasi instrumen pengamanan perdagangan besi dan baja "
Safeguard menjadi salah satu instrumen perdagangan yang banyak diterapkan oleh negara-negara anggota
World Trade Organization (WTO) termasuk Indonesia," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (4/11). Mardjoko menjelaskan
safeguard dilakukan untuk membantu industri dalam negeri menghadapi perang dagang Amerika Serikat dan China yang dampaknya cukup masif. Dibuktikan dengan adanya lonjakan produk-produk impor secara signifikan selama paling sedikit tiga tahun terakhir. Oleh karenanya, KPPI melakukan penyelidikan terhadap industri yang memproduksi barang sejenis atau barang yang bersaing secara langsung. KPPI juga menginvestigasi mana saja yang menderita kerugian serius (
serious injury) atau mendapat ancaman kerugian serius (
threat of serious injury). Jika hasil penyelidikan membuktikan bahwa lonjakan impor secara nyata mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam negeri maka KPPI akan merekomendasikan kepada Menteri Perdagangan untuk mengenakan tindakan pengamanan berupa BMTP. Sebaliknya jika ternyata dalam penyelidikan tidak diketemukan atau tidak terbukti bahwa impor tersebut menyebabkan kerugian maka Tim Penyelidik KPPI akan menghentikan penyelidikannya. Mardjoko menjelaskan lebih lanjut meski negara anggota WTO memiliki hak untuk melakukan penyelidikan
safeguard, semua aturan main dan mekanismenya telah tercantum dalam
Agreement on Safeguard (Aos) WTO. Menurut Mardjoko dengan adanya perjanjian dagang baik yang bersifat bilateral maupun regional ini bisa mengharmoniskan penerapan instrumen
safeguard bagi negara-negara yang terkait. Tentunya hal ini dilakukan untuk memperoleh kesamaan persepsi sehingga terwujud
win win solution. Baca Juga: Aturan safeguard TPT berlaku, SRIL: Permintaan domestik berpeluang meningkat Berdasarkan ketentuan AOS WTO, waktu pengenaan
safeguard tidak sama bagi negara maju dan negara sedang berkembang. Mardjoko menjelaskan bagi negara berkembang dapat mengenakan total
safeguard measures maksimum 10 tahun dengan rincian
initial imposition maksimum empat tahun dan selanjutnya
extention masing-masing maksimum tiga tahun. "Lamanya pengenaan
safeguard berdasarkan hasil penyelidikan dari Tim penyelidik KPPI atas permohonan petisioner," tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi