KPPI selidiki safeguards lonjakan volume impor produk sirop



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menetapkan dimulainya penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) atas lonjakan volume impor produk sirop fruktosa dengan nomor Harmonized System (HS) yaitu, 1702.60.20 pada 13 November 2019. 

Penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan PT Associated British Budi (PT ABB) penghasil produk sirop fruktosa pada 28 Oktober 2019 lalu.

Baca Juga: Indonesia tempati peringkat ke-41 sebagai pengguna trade remedies

“Berdasarkan bukti awal pemohon, KPPI menemukan adanya lonjakan volume impor produk sirop fruktosa. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri,” ujar Ketua KPPI Mardjoko dalam siaran persnya, Rabu (13/11).

Kerugian serius atau ancaman kerugian serius itu terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri tahun 2015-2018. Indikator tersebut antara lain kerugian finansial akibat menurunnya volume produksi, penjualan domestik, produktivitas dan kapasitas terpakai, jumlah tenaga kerja, serta pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam empat tahun terakhir (2015-2018), volume impor produk sirop fruktosa yang dimintakan perlindungan terus mengalami peningkatan dengan tren sebesar 18,99%.

Baca Juga: Tindakan pengamanan dagang tak imbang, trade remedies banyak dipakai negara maju

Volume impor selama empat tahun terakhir masing-masing sebesar 67.244 ton, 106.566 ton, 138.997 ton, dan 109.884 ton. Negara asal impor produk sirop fruktosa diantaranya Tiongkok, Filipina, dan negara lainnya. 

Impor produk sirop fruktosa terbesar berasal dari Tiongkok, dengan pangsa impor pada 2018 sebesar 94,01%, kemudian tahun 2017 sebesar 98,06%, dan tahun 2016 sebesar 91,69% dari total impor produk sirop fruktosa.

KPPI mengundang pihak yang berkepentingan untuk memberikan tanggapan paling lambat lima belas hari sejak tanggal pengumuman dimulainya penyelidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .