KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai bahwa, pemilihan dan pengangkatan Pejabat (Pj) Kepala Daerah masih belum transparan, akuntabel dan partisipatif. Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman mengatakan, hal tersebut berkaca bahwa sejak tahun lalu belum ada jaminan dari sisi peraturan untuk proses pemilihan dan pengangkatan Pj Kepala Daerah yang akuntabel, transparan dan partisipatif. Pasalnya tahun lalu, kata Armand mengungkapkan, Kementerian Dalam Negeri melakukan proses pemilihan dan pengangkatan Pj berdasarkan peraturan sebelumnya yang menurutnya tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
"Peraturan dahulu itu dia masih konteks untuk cuti kampanye yang masanya 3 hingga 7 bulan. Sehingga KPPOD mendorong adanya aturan turunan dari UU 10/2016 terkait dengan pemilihan Pj untuk satu dua tahun ini sampai 2024," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (13/8).
Baca Juga: Diminta Buka Dokumen Pengusulan Kandidat Pj Kepala Daerah, Ini Respon Kemendagri Armand mengatakan, rekomendasi yang diberikan Ombudsman RI juga menyatakan bahwa harus ada peraturan pemerintah yang mengatur soal pemilihan Pj Kepala Daerah saat ini. KPPOD menyoroti tiga masalah mengenai pemilihan dan pengangkatan Pj Kepala Daerah. Pertama mengenai prosesnya, jika melihat pada peraturan Menteri Dalam Negeri No 4 tahun 2023 tidak beda jauh dengan aturan sebelumnya. Hanya saja, poin baru dalam aturan tersebut untuk Pj Bupati/Walikota ialah memasukkan tiga nama usulan dari DPRD kabupaten/kota dan juga tiga nama usulan gubernur. Kemudian tiga nama usulan dari Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan untuk Pj Gubernur ada enam nama yakni tiga dari DPRD Provinsi dan tiga nama dari Kemendagri. Akan tetapi KPPOD melihat proses pemilihan hanya terjadi dalam internal instansi itu saja. "Proses hanya diantara internal DPRD, sampai di kementerian dalam negeri kita tidak mengetahui proses tiga nama yang diusulkan. Kemdagri tidak membuka secara transparan," kata Armand. Adapun nama-nama yang menjadi usulan Pj Kepala Daerah yang biasanya sudah beredar di masyarakat merupakan yang berasal dari usulan DPRD. Sedangkan usulan dari Kementerian Dalam Negeri Ia menilai belum diketahui publik. "Kita dorong Kemendagri buka itu," imbuhnya. Kemudian untuk nama-nama yang menjadi Pj Gubernur Armand menjelaskan publik memiliki kewenangan untuk memberikan masukan. Publik kata Armand berhak memberikan penilaian atau input terhadap calon-calon Pj Kepala Daerah. "Tapi prosesnya kita tidak dapatkan. Jadi saat keluar keputusan penetapan Pj kepala daerah baik Bupati Walikota dan Gubernur kita kayak kaget. Makanya kira dorong ini agar proses bisa akuntabel, transparan dan partisipatif," imbuhnya. Sementara itu, Ombudsman RI menyebut tahun 2023 ini ada 85 Pj kepala daerah yang akan diangkat menjelang pemilu 2024. Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, bulan Juli tahun lalu pihaknya sudah menerbitkan laporan pemeriksaan terhadap kasus terkait dengan pengangkatan Pj Kepala Daerah. Di mana dalam laporan tersebut Ombudsman menilai ada maladministrasi dalam proses pengangkatan Pj. Dari sana tindakan korektif sudah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan perkembangan yang terjadi di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang akan segera berganti kepala daerah, Ombudsman menilai transparansi informasi dan keterbukaan proses belum dilakukan. "Itu nyaris tidak kelihatan, padahal pengangkatan penjabat kepala daerah ini bukan pengangkatan pejabat biasa, bukan pula pengangkatan seperti ASN, di mana ini hanya berlangsung di internal birokrasi atau di kalangan elite parpol atau fraksi-fraksi yang ada di DPRD," ucap Robert.
Baca Juga: Masa Jabatan Ridwan Kamil Akan Usai, Ini 3 Calon Pj Gubernur Jawa Barat Robert meminta agar proses keterbukaan informasi dan transparansi dimulai sejak tahap pengusulan. Setidaknya Robert mengatakan apabila tidak dilakukan penjaringan aspirasi dari masyarakat, ada pengumuman dimulainya tahapan penjaringan nama kepada masyarakat. "Kita tidak mendapatkan ada contoh bagus dari suatu daerah di mana pengajuan usulan nama itu sudah mendapatkan tanggapan atau pembahasan di kalangan masyarakat. Lebih banyak ini hasil pertarungan, kontestasi, atau kompromi di kalangan elite politik yang ada di fraksi-fraksi di DPRD bersangkutan," ujarnya
Maka, kembali Ombudsman minta ada transparansi informasi, keterbukaan proses bahkan partisipasi publik dalam pengajuan usulan pj kepala daerah. Kedua, Ombudsman minta pengangkatan pj kepala daerah baik provinsi atau kabupaten/kota berasal dari kalangan sipil. Jika terdapat nama dari latar belakang TNI maka Robert mengatakan yang bersangkutan harus mengajukan pensiun dini. Hal tersebut sesuai UU 4/2023. "Tidak boleh lagi ada usulan nama-nama yang berasal dari latar belakang tentara atau militer. Hanya bisa berkarya di 10 Lembaga-lembaga yang sudah ditetapkan. Tapi dari 10 itu tidak ada yang terkait dengan jabatan sebagai pejabat kepala daerah," kata Robert. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .