KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bahwa PT Sinar Ternak Sejahtera , yang merupakan bagian dari kelompok usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk (
CPIN) terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraan dengan 117 (seratus tujuh belas) plasmanya. Keputusan tersebut dibacakan KPPU dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 09/KPPU-K/2020 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Kemitraan Pola Inti Plasma di Sektor Peternakan Ayam terkait Pengembangan dan Modernisasi Kandang oleh PT Sinar Ternak Sejahtera yang dilaksanakan pada Jumat (29/7) di Kantor Pusat KPPU Jakarta. "Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi mengenakan sanksi maksimal bagi PT Sinar Ternak Sejahtera, yakni berupa denda sebesar Rp 10 miliar," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/7).
Serta pencabutan izin usaha apabila tidak melakukan perintah perbaikan dalam perjanjian kerja sama kemitraannya. KPPU mengatakan, perkara tersebut bermula dari hasil penelitian yang dilakukan KPPU atas pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh PT Sinar Ternak Sejahtera (Terlapor) melalui perjanjian kerja samanya dengan plasma, dimana di dalamnya mengatur tentang program pembangunan dan modernisasi kandang.
Baca Juga: Mendag Mengkaji Pencabutan Aturan DMO dan DPO Minyak Goreng Seperti diketahui, PT Sinar Ternak Sejahtera (Terlapor) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang kemitraan peternakan ayam, dimana Terlapor tidak memproduksi sendiri sapronak berupa DOC (
day old chicken), pakan dan obat-obatan, tetapi membelinya dari perusahaan yang terafiliasi atau kelompok usahanya. Terlapor sebagian besar dimiliki oleh PT Prospek Karyatama yang memiliki hubungan kepemilikan dengan PT Sarana Farmindo Utama yang notabene merupakan anak usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Terlapor sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan ayam merupakan perusahaan inti dalam suatu hubungan kemitraan inti plasma. Dalam pelaksanaan, hubungan kemitraan yang dilakukan oleh Terlapor sebagai inti dan 117 (seratus tujuh belas) plasmanya tidak berjalan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, saling mempercayai, saling memperkuat dan saling mendukung. Dalam proses pengawasan, KPPU memberikan kesempatan perbaikan melalui 3 (tiga) Peringatan Tertulis kepada Terlapor. KPPU juga telah memberikan waktu yang cukup kepada Terlapor untuk melaksanakan perintah perbaikan pada tahap Peringatan Tertulis I, Peringatan Tertulis II, Peringatan Tertulis III termasuk Penambahan Jangka Waktu Peringatan Tertulis III selama 30 (tiga puluh hari). Namun sampai dengan berakhirnya penambahan jangka waktu Peringatan Tertulis III, Terlapor belum melaksanakan sebagian perintah perbaikan KPPU, sehingga perkara dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan oleh Majelis Komisi.
Baca Juga: KPPU Naikkan Kasus Minyak Goreng ke Tahap Pemberkasan, GIMNI: Tidak Ada Kartel Dari hasil persidangan Majelis Komisi disimpulkan bahwa Terlapor tidak melaksanakan berbagai perintah perbaikan. Antara lain terkait pemisahan perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang dan perjanjian kerja sama kemitraan; pengaturan harga jual beli tanah dan kandang plasma. Lalu, pengaturan kesepakatan harga sewa menyewa tanah dan kandang plasma; pengaturan jangka waktu dan pelunasan hutang dana modernisasi kandang sebelum jatuh tempo yang harus dipisahkan dari perjanjian kerja sama kemitraan; dan perbaikan lainnya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Untuk itu, dalam Putusannya Majelis Komisi mengenakan sanksi berupa perintah kepada Terlapor untuk menghapus bentuk menguasai secara yuridis dalam perjanjian kerja sama kemitraan antara Terlapor dengan Plasma yang terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, dengan melakukan perbaikan dalam hal antara lain:
- Memisahkan dua ketentuan perjanjian, yaitu perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang dan perjanjian kerja sama kemitraan, serta kewajiban Terlapor memberikan bukti pemisahan perjanjian berupa APHT (akta pemberian hak tanggungan) dan sertifikat hak tanggungan untuk seluruh plasma;
- Menghapus seluruh substansi perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang di dalam perjanjian kerja sama kemitraan;
- Menambahkan klausula terkait penggantian (retur) sarana produksi peternakan dari yang semula setelah berita acara serah terima ditandatangani menjadi 1 x 24 jam setelah plasma menerima barang;
- Menambahkan pengaturan jangka waktu dan pelunasan hutang sebelum jatuh tempo dalam perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang;
- Menambahkan pengaturan hak plasma untuk menentukan kelangsungan usaha peternakannya setelah lunasnya hutang di dalam perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang.
Baca Juga: KPPU: Aksi Merger dan Akuisisi Masih Marak pada Semester I-2022 Terlapor diperintahkan untuk melaksanakan Perintah di atas dalam jangka waktu enam bulan setelah menerima Petikan dan Salinan Putusan. "Jika tidak dilaksanakan, KPPU akan memerintahkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal selaku pejabat pemberi izin usaha untuk melakukan pencabutan izin usaha Terlapor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima kesimpulan hasil monitoring pelaksanaan Putusan yang menyatakan Terlapor tidak melaksanakan berbagai Perintah di atas," ucap Deswin. Selain itu, Majelis Komisi juga menghukum Terlapor untuk membayar denda sebesar Rp 10 miliar yang harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya 30 hari sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli