KPPU Dorong Pemerintah Awasi Pembiayaan Pendidikan via Pinjol dan Beri Alternatif



JAKARTA. KONTAN.CO.ID - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, agar melakukan pengawasan dan memberikan alternatif terkait pembiayaan pendidikan.

Anggota KPPU Rhido Jusmadi menegaskan pentingnya peran pemerintah agar pembiayaan pendidikan tidak sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, termasuk melalui penyedia jasa pinjaman online (pinjol).

"Kami berharap tidak sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, dalam hal ini penyedia jasa pinjol. Sebab, dari beberapa regulasi, KPPU melihat masih ada peran dan tanggung jawab pemerintah dalam hal dana pendidikan di perguruan tinggi," ucapnya saat konferensi pers KPPU, Rabu (3/7).


Baca Juga: KPPU Dorong DPR Segera Amandemen UU Anti Monopoli

Dengan demikian, Rhido menyebut tidak terjadi proses liberalisasi yang sangat terbuka dalam pengadaan pinjaman.

Rhido juga menyampaikan bahwa KPPU mendorong program yang diinisiasi oleh pemerintah, seperti student loan. Dia menganggap program itu dapat memberikan kenyamanan dan perlindungan kepada stakeholder dalam dunia pendidikan, khususnya mahasiswa dan orang tua.

Sebelumnya, KPPU sempat menyebut adanya dugaan pelanggaran berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.

Pada Maret 2024, Ketua KPPU Fanshurullah Asa menyampaikan bahwa pihaknya telah menyelesaikan kajian atau penelitian berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui fintech lending. Dalam proses kajian, KPPU mendapatkan berbagai informasi maupun data dari berbagai pihak, seperti regulator pendidikan, Otoritas Jasa Keuangan, perguruan tinggi, dan para pelaku usaha yang bergerak di industri pinjaman baik perbankan maupun fintech lending.

"Berdasarkan kajian, KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan memutuskan untuk menindaklanjutinya dengan penegakan hukum, khususnya melalui tindakan penyelidikan awal perkara inisiatif," ucapnya dalam keterangan resmi.

Sejak Februari 2024, Fanshurullah mengatakan bahwa KPPU telah melakukan berbagai pendalaman atas persoalan fintech lending pendidikan dan telah menghadirkan berbagai pihak terkait. Dari proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa pelaku usaha telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi atau jauh lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif.

Baca Juga: KemenKopUKM - KPPU Dorong Peningkatan Kemitraan UMKM dan Usaha Besar

Selanjutnya, Fanshurullah menyampaikan bahwa KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara. Dia menyatakan bahwa pinjaman pendidikan melalui fintech lending di Indonesia sangat jauh lebih tinggi dibandingkan produk pinjaman pendidikan di luar negeri.

"Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut," ungkapnya.

Oleh karena itu, pada 20 Maret 2024, Fanshurullah menyatakan bahwa KPPU memutuskan untuk melanjutkan kajian atau penelitian tersebut dengan melakukan penyelidikan awal guna mencari alat bukti pelanggaran berikut kejelasan atas dugaan pasal pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Kabar terakhir, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan bahwa pihaknya masih dalam tahap penyelidikan guna mendalami pelanggaran tersebut. "Lidiknya masih bergulir," ungkapnya kepada Kontan bulan lalu.

Deswin menerangkan bahwa KPPU masih dalam tahap pemanggilan pihak terkait, karena banyak jadwal panggilan yang berubah-ubah oleh para pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar