JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengapresiasi keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan merevisi kebijakan gubernur tentang
electronic road pricing (ERP) atau pengaturan lalu lintas jalan berbayar elektronik. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik ini dinilai berpotensi melanggar UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Syarkawi Rauf, Ketua KPPU mengatakan, sejak tahun lalu pihaknya telah mengirimkan Surat Saran Nomor 198/K/S/X/2016 tentang kebijakan tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta. Surat yang dilayangkan pada 25 Oktober ini meminta Pemprov DKI untuk mengubah ketentuan dalam Pergub tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
"Sekarang, saya berterimakasih kepada Pak Soni Soemarsono, Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta yang telah bersedia mengimplementasikan rekomendasi KPPU. Kami berharap pelaksanaan lelang ERP nanti sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat," ungkap Syarkawi dalam keterangan tertulisnya yang diterima KONTAN, Kamis pagi (5/1). Adapun dalam Pergub tersebut harus ada yang diubah ada seperti Pasal 8 yanh hanya memperkenankan penggunaan satu teknologi
Dedicated Short Range Communication (DSRC) frekuensi 5,8 GHz dalam penerapan ERP di jalanan ibukota. Sehingga hal itu dapat mengakibatkan pencantuman teknologi DSRC dengan frekwensi tertentu menghalangi vendor denganĀ teknologi lain untuk mengikuti lelang. Menurut Syarkawi, beberapa pilihan teknologi yang berpotensi dimanfaatkan untuk ERP antara lain teknologi
Radio Frequency Identification (RFID) atau
Global Positioning System (GPS). Jenis-jenis teknologi tersebut harus mampu memenuhi keinginan Pemprop DKI Dalam mengimplementsikan ERP dan juga Sudah terbukti efektif ditetapkan di dunia internasional. Nah dengan keputusan Pemprov untuk mengubah beberapa pasal (sinkronisasi dengan UU lainnya) secara khusus pasal 8 ayat 1c maka seluruh pelaku usaha di sektor teknologi informasi dan komunikasi memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang jalan berbayar tersebut yang sedikitpun tidak menggunakan anggaran Pemprop DKI Jakarta. "Pemprov tidak bisa menabrak aturan main, apapun alasannya, teknologi canggih atau proses yang cepat. KPPU akan memberikan rekomendasi agar proses lelang ERP ini sesuai dengan kaidah persaingan usaha dan tidak bermasalah di kemudian hari. Jangan sampai kasus seperti lelang bus Transjakarta terulang kembali," tambahnya. Sekadar tahu saja, dalam membahas Pergub ini, KPPU pernah mengadakan forum diskusi terbuka mengundang pihak terkait dalam penerapan ERP di DKI Jakarta. Pihak yang hadir di antaranya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, dan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Dalam diskusi tersebut, Syarkawi menjelaskan, ada dua solusi yang dapat ditempuh Pemprov DKI untuk mengatasi permasalahan ERP ini. Pertama, Pemprov DKI memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi penyedia teknologi lain untuk turut serta dalam proses lelang ERP sesuai syarat yang ditetapkan Pemprov dalam penerapan ERP, yaitu dengan terlebih dahulu merevisi Pergub DKI Jakarta Nomor 149/2016. Kedua, apabila Pemprov DKI Sudah yakin dengan penggunaan teknologi DSRC frequensi 5.8 GHz untuk diterapkan dalam ERP dalam rangka mengatasi persoalan lalu lintas di Jakarta, maka Pemprov harus membuat regulasi berupa peraturan daerah atau peraturan presiden. Menurut Syarkawi, Pergub tidak cukup untuk menjadi dasar diberlajukannya ketentuan pengecualian di dalamĀ UU Nomor 5 Tahun 1999. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie