JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali mengungkapkan praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Kali ini, wasit pengawas persaingan usaha ini mencium praktek paralel pricing yang berlaku di industri farmasi. Dalam praktek paralel pricing, produsen menyamakan harga jual obat dengan mengacu pada harga obat paten atau originator. KPPU menduga praktek ini berlaku di antara beberapa pemain besar seperti Kalbe Farma, Dexa Medica, Sanbe Farma dan Pharos. Wakil Ketua KPPU Didik Akhmadi mencontohkan, harga generik amoxicillin seharusnya hanya Rp 259 per buah. Namun, kenyataannya, KPPU menemukan jenis obat yang sama produksi Sanbe mencapai Rp 2.475 per tablet dan produksi Kalbe Farma Rp 1.480 per tablet. KPPU menduga harga jual ini mengacu pada harga obat paten produksi perusahaan farmasi Glaxosmithkline seharga Rp 3.100, yang sudah habis patennya 2002 silam. "Padahal, berdasarkan rekomendasi etika GP Farmasi dan ketentuan pemerintah, harga obat generik bermerek hanya boleh tiga kali lipat dari generiknya," kata Didik, Kamis (29/1) kemarin. Para produsen obat tentu saja membantah pernyataan KPPU ini. Head of Marketing and Sales Dexa Medica Tarsisius Randi mengatakan, ketentuan harga jual obat tidak melebihi tiga kali lipat dari harga generik hanya berlaku untuk 31 molekul. "Semua produk generik branded kami harganya sudah sesuai dengan digariskan pemerintah," tukasnya. KONTAN belum berhasil mendapatkan tanggapan dari produsen yang lain. Wasit persaingan usaha ini mengaku sulit mengumpulkan bukti dan data karena pemain industri ini mencapai 200 produsen. Untuk itu KPPU akan mengerucutkan kajian pada 15 klasifikasi obat. Diantaranya, golongan amoxicilin, cefixime, ranitidine, cefotaxime, dan levofloxacin. KPPU akan menyurati para produsen obat yang menerapkan paralel pricing itu. Ketua KPPU Beny Pasaribu mengatakan bila para produsen bersedia mematok harga wajar maka lembaganya tak perlu menempuh jalur hukum.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
KPPU Endus Praktek Paralel Pricing Industri Farmasi
JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali mengungkapkan praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Kali ini, wasit pengawas persaingan usaha ini mencium praktek paralel pricing yang berlaku di industri farmasi. Dalam praktek paralel pricing, produsen menyamakan harga jual obat dengan mengacu pada harga obat paten atau originator. KPPU menduga praktek ini berlaku di antara beberapa pemain besar seperti Kalbe Farma, Dexa Medica, Sanbe Farma dan Pharos. Wakil Ketua KPPU Didik Akhmadi mencontohkan, harga generik amoxicillin seharusnya hanya Rp 259 per buah. Namun, kenyataannya, KPPU menemukan jenis obat yang sama produksi Sanbe mencapai Rp 2.475 per tablet dan produksi Kalbe Farma Rp 1.480 per tablet. KPPU menduga harga jual ini mengacu pada harga obat paten produksi perusahaan farmasi Glaxosmithkline seharga Rp 3.100, yang sudah habis patennya 2002 silam. "Padahal, berdasarkan rekomendasi etika GP Farmasi dan ketentuan pemerintah, harga obat generik bermerek hanya boleh tiga kali lipat dari generiknya," kata Didik, Kamis (29/1) kemarin. Para produsen obat tentu saja membantah pernyataan KPPU ini. Head of Marketing and Sales Dexa Medica Tarsisius Randi mengatakan, ketentuan harga jual obat tidak melebihi tiga kali lipat dari harga generik hanya berlaku untuk 31 molekul. "Semua produk generik branded kami harganya sudah sesuai dengan digariskan pemerintah," tukasnya. KONTAN belum berhasil mendapatkan tanggapan dari produsen yang lain. Wasit persaingan usaha ini mengaku sulit mengumpulkan bukti dan data karena pemain industri ini mencapai 200 produsen. Untuk itu KPPU akan mengerucutkan kajian pada 15 klasifikasi obat. Diantaranya, golongan amoxicilin, cefixime, ranitidine, cefotaxime, dan levofloxacin. KPPU akan menyurati para produsen obat yang menerapkan paralel pricing itu. Ketua KPPU Beny Pasaribu mengatakan bila para produsen bersedia mematok harga wajar maka lembaganya tak perlu menempuh jalur hukum.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News