KPPU kirim surat panggilan ke Pertamina soal LPG



JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan segera memanggil direksi PT Pertamina (Persero) untuk meminta kejelasan terkait kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kilogram (kg).

Ketua KPPU, Nawir Messi, mengatakan, ada ketidakjelasan kewenangan terkait pihak yang berhak menentukan harga gas elpiji. "Publik bingung yang berhak menentukan harga gas elpiji apakah pemerintah atau Pertamina," ujarnya di Jakarta, Rabu (8/1).

Menurut Nawir, KPPU akan segera mengirimkan surat panggilan kepada direksi PT Pertamina (Persero) untuk memberikan penjelasan terkait kebijakan kenaikan harga gas elpiji 12 kg. Surat panggilan akan dikirimkan KPPU kepada Pertamina pada besok, Kamis (9/1).


KPPU menilai, naiknya harga LPG atas kebijakan internal Pertamina berpotensi bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Seperti diketahui, pada tanggal 1 Januari 2014 lalu, Pertamina menaikkan harga LPG 12 kg dari semula berharga Rp 5.850 per kilogram (kg) menjadi Rp 9.809 per kg. Hal ini berakibat harga pokok gas LPG 12 kg dari Pertamina naik menjadi Rp 117.708 per tabung dari semula Rp 70.200 per tabung atau naik sekitar 67,7%.

Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), harga BBM tidak lagi menjadi kewenangan pelaku usaha termasuk Pertamina. Pola persaingan dan penetapan harga LPG sebagaimana bahan bakar minyak dan gas lainnya tunduk pada UU Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.

Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK No.002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas. Pasal 28 UU Migas semula menentukan bahwa: "(2) harga BBM/gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar ".

MK dalam putusannya menyatakan tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa terdapat campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga.  Karenanya MK berpendapat bahwa penentuan harga BBM dan gas bumi tetap di tangan pemerintah.

Dalam putusan ini MK tidak membedakan BBM atau gas bumi subsidi atau non subsidi. Sehingga putusan MK ini sebenarnya mencakup pula penetapan harga LPG yang menurut definisi pasal 1 angka 2 dan 3 UU Migas merupakan bagian dari produk BBM dan gas bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan