KPPU mencium praktik kartel impor kedelai



JAKARTA. Kenaikan harga kedelai yang gila-gilaan dalam dua pekan terakhir memaksa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan. Wasit persaingan usaha ini menduga ada persaingan usaha tidak sehat dan praktik kartel di balik kenaikan harga bahan pokok pembuatan tahu dan tempe tersebut.

Ketua KPPU Tadjuddin Noer Said mengungkapkan, indikasi praktik kartel seperti ini pernah terjadi pada tahun 2007-2008. Merujuk data KPPU kala itu, struktur pasar impor kedelai bersifat oligopolistik, yakni hanya ada sedikit pemasok. Akibatnya, importir bisa memainkan harga. "Indikasinya, 74,66% pasokan kedelai impor dikuasi dua pelaku usaha, yaitu PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama," terang Tadjuddin, Senin (30/7).

Saat itu, Tadjuddin bilang, lembaganya mencium praktik pengaturan pasokan oleh kedua perusahaan tersebut. Sayang, setelah KPPU melakukan penyelidikan, dugaan praktik kartel ini susah untuk mereka buktikan.


Alhasil, KPPU hanya bisa menyodorkan bukti tidak langsung. "Bukti ini masih dipersoalkan untuk membuktikan adanya pelanggaran," jelas Tadjuddin. Toh, KPPU terus berjuang agar bukti tidak langsung itu bisa menjadi bukti langsung dalam kasus kartel impor kedelai.

Menurut Tadjuddin, pola kenaikan harga kedelai yang terjadi pada 2008 sama seperti di 2012. Makanya, KPPU terus mengawasi pola pergerakan harga di pasar kedelai nasional. Terutama, di basis-basis konsumen kedelai impor yang hampir 78% terkonsentrasi di lima provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Bali.

Lembaga penyanggaKPPU juga mendorong pemeritah segera menerapkan sistem stok penyangga alias buffer stock kedelai sebagai langkah antisipasi melambungnya harga komoditas ini. "Dalam sistem ekonomi pasar bebas, bukan berarti tidak mengenal lembaga buffer stok. Pemerintah punya wewenang untuk menentukan harga," imbuh Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU Ahmad Junaidi.

Anggota Komisi Pertanian (IV) DPR Ma’mur Hasanuddin menambahkan, rencana pemerintah menjadikan Bulog sebagai lembaga penyangga harus dibarengi manajeman organisasi yang memadai, infrastruktur, payung hukum, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Misalnya, pengadaan gudang untuk manajemen stok dan strategi tata niaga yang matang, guna memahami dinamika pasar. “Bulog harus mampu melakukan langkah persiapan dan transformasi secara cepat atas rencana ini," katanya.

Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso menyatakan, perusahaannya siap menjadi stabilitator harga beberapa komoditas pokok strategis, seperti gula, kedelai, minyak goreng, dan jagung. "Saat ini kami menyiapkan instrumen untuk menuju revitalisasi tahun depan," jelasnya.

Makanya, Sutarto meminta pemerintah memberikan kewenangan penuh kepada Bulog sebagai lembaga penyangga. "Jika tidak, harga tetap akan ditentukan oleh pemain yang ada," tegasnya. Bulog sudah menyiapkan dana revitalisasi Rp 50 miliar untuk membangun 28 gudang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan