JAKARTA. Komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) melihat adanya potensi perilaku praktek monopoli dari PT Pertamina dalam menaikkan harga LPG 12 kg. Sebagaimana diketahui bahwa LPG 12 kg dari semula Rp 5.850 per kg dinaikkan menjadi Rp 9.809 per kg sehingga harga pokok gas LPG dari Pertamina naik dari semula Rp 70.200 per tabung menjadi Rp 117.708 pertabung atau naik sebesar Rp 47.508 atau 67,7%. Ketua KPPU Nawir Messi menjelaskan, berdasarkan putusan MK bahwa harga bahan bakar minyak dan gas tidak lagi menjadi kewenangan pelaku usaha termasuk Pertamina.
Pola persaingan dan penetapan harga LPG sebagaimana bauran bakar minyak dan gas lainnya seharusnya tunduk pada UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (UU Migas). Sebagaimana diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas ini. Pasal 28 UU Migas semula menentukan bahwa: "(2) harga BBM/gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar ". MK dalam putusannya menyatakan tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini. Oleh karenanya, MK berpendapat bahwa penetapan harga BBM tetap di tangan pemerintah. Dalam putusan ini, MK juga tidak membedakan BBM atau gas bumi subsidi atau non subsidi, sehingga putusan ini sebenarnya mencakup pula penentuan harga LPG yang menurut definisi pasal 1 angka 2 dan 3 UU Migas merupakan bagian dari produk BBM dan gas bumi. Dengan demikian tindakan Pertamina yang telah menaikkan harga LPG ini merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan. Apalagi hal tersebut dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki kekuatan pasar penjualan LPG di atas 50% dengan besaran harga yang diduga diskrikiminatif.
Termasuk juga dugaan penahanan suplai LPG 3 kg sehingga mengkondisikan konsumen hanya membeli LPG 12 kg. Perilaku ini berpotensi melanggar pasal 17 tentang praktek monopoli oleh perusahaan yang berposisi monopoli dan pasal 19 jo pasal 25 UU No 5 tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi dominan. "Tindakan Pertamina mengambil alih peran pemerintah sesuai putusan MK perlu diklarifikasi. Kami akan meminta keterangan Kementerian terkait serta memanggil Pertamina untuk klarifikasi, "kata Nawir dalam keterangan tertulisnya Minggu (5/1). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan