JAKARTA. Delapan kelompok produsen minyak goreng harus bersiap menjelaskan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal tingginya harga minyak goreng. Komisi antimonopoli ini menduga, mereka menggelar kartel harga bahan pokok ini. Adapun ke delapan perusahaan tersebut adalah Bukit Kapur Reksa Grup, Musimmas Grup, Sinarmas Grup, Sungai Budi Grup, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga IV, Berlian Eka Sakti, Raja Garuda Mas, dan Salim Grup. "Kami akan memanggil mereka pekan depan," cetus Komisioner KPPU, Tresna Priyana Soemardi kepada KONTAN, kemarin. Menurut Tresna, delapan kelompok ini menguasai sekitar 70% produksi minyak goreng Indonesia. Nah, lewat pemanggilan ini, KPPU berniat mengetahui struktur biaya pembuatan minyak goreng plus biaya distribusi dan perhitungan keuntungan. Maklum, menurut hitungan KPPU, dengan harga bahan baku minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sekarang, harga minyak goreng kemasan semestinya bisa Rp 10.000 per liter. Adapun minyak goreng curah Rp 6.000- Rp 6.500 per liter. Ironisnya, harga minyak goreng kemasan masih Rp 11.000-Rp 12.000 per liter. Sedangkan minyak goreng curah masih anteng di kisaran Rp 7.000-Rp 8.000 seliter. Tresna juga bilang, produsen minyak goreng semestinya tak mengambil keuntungan terlampau besar. "Harusnya cukup mengambil maksimal 20%," ucapnya. Selain menduga ada kartel produsen minyak goreng, komisi ini juga mempersoalkan kelompok yang menguasai perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak goreng sekaligus. Sebab, dengan menguasai semuanya, produsen bisa memainkan harga minyak goreng sekaligus pasokan CPO. Tresna mencontohkan, produsen kelapa sawit akan mengutamakan produsen minyak goreng yang menjadi afiliasinya. "Ini akan menimbulkan monopsoni (pengendalian suplai)," ujarnya. Semua menampik Tudingan KPPU ini langsung mendapat reaksi dari produsen minyak goreng. Managing Director Sinarmas, Gandhi Sulistyanto menampik tuduhan kartel ini. "Perbedaan harga itu berada di tingkat distribusi. Semua lewat mekanisme pasar," kilahnya. Head Jakarta Regional Office Asian Agri, anak usaha Raja Garuda Mas, Funadi Wongso juga idem ditto. "Tuduhan kartel itu tidak berdasar. Tidak ada kesepakatan harga antara grup perusahaan kelapa sawit," kata Funadi lewat pesan pendeknya. Bahkan, Funadi menyatakan bahwa perusahaannya justru telah ikut dalam upaya pemerintah menurunkan harga minyak goreng. Caranya, mereka memasok minyak untuk operasi pasar. Kendati begitu, baik Gandhi maupun Funadi mengaku siap memberi keterangan kepada KPPU. "Kami siap dipanggil," cetus Funadi. Sayangnya, Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia- asosiasi yang membawahi produsen minyak goreng- Adiwisoko Kasman memilih bungkam soal ini. "Saya no comment," kata dia singkat.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
KPPU: Produsen Minyak Goreng Menggelar Kartel
JAKARTA. Delapan kelompok produsen minyak goreng harus bersiap menjelaskan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal tingginya harga minyak goreng. Komisi antimonopoli ini menduga, mereka menggelar kartel harga bahan pokok ini. Adapun ke delapan perusahaan tersebut adalah Bukit Kapur Reksa Grup, Musimmas Grup, Sinarmas Grup, Sungai Budi Grup, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga IV, Berlian Eka Sakti, Raja Garuda Mas, dan Salim Grup. "Kami akan memanggil mereka pekan depan," cetus Komisioner KPPU, Tresna Priyana Soemardi kepada KONTAN, kemarin. Menurut Tresna, delapan kelompok ini menguasai sekitar 70% produksi minyak goreng Indonesia. Nah, lewat pemanggilan ini, KPPU berniat mengetahui struktur biaya pembuatan minyak goreng plus biaya distribusi dan perhitungan keuntungan. Maklum, menurut hitungan KPPU, dengan harga bahan baku minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sekarang, harga minyak goreng kemasan semestinya bisa Rp 10.000 per liter. Adapun minyak goreng curah Rp 6.000- Rp 6.500 per liter. Ironisnya, harga minyak goreng kemasan masih Rp 11.000-Rp 12.000 per liter. Sedangkan minyak goreng curah masih anteng di kisaran Rp 7.000-Rp 8.000 seliter. Tresna juga bilang, produsen minyak goreng semestinya tak mengambil keuntungan terlampau besar. "Harusnya cukup mengambil maksimal 20%," ucapnya. Selain menduga ada kartel produsen minyak goreng, komisi ini juga mempersoalkan kelompok yang menguasai perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak goreng sekaligus. Sebab, dengan menguasai semuanya, produsen bisa memainkan harga minyak goreng sekaligus pasokan CPO. Tresna mencontohkan, produsen kelapa sawit akan mengutamakan produsen minyak goreng yang menjadi afiliasinya. "Ini akan menimbulkan monopsoni (pengendalian suplai)," ujarnya. Semua menampik Tudingan KPPU ini langsung mendapat reaksi dari produsen minyak goreng. Managing Director Sinarmas, Gandhi Sulistyanto menampik tuduhan kartel ini. "Perbedaan harga itu berada di tingkat distribusi. Semua lewat mekanisme pasar," kilahnya. Head Jakarta Regional Office Asian Agri, anak usaha Raja Garuda Mas, Funadi Wongso juga idem ditto. "Tuduhan kartel itu tidak berdasar. Tidak ada kesepakatan harga antara grup perusahaan kelapa sawit," kata Funadi lewat pesan pendeknya. Bahkan, Funadi menyatakan bahwa perusahaannya justru telah ikut dalam upaya pemerintah menurunkan harga minyak goreng. Caranya, mereka memasok minyak untuk operasi pasar. Kendati begitu, baik Gandhi maupun Funadi mengaku siap memberi keterangan kepada KPPU. "Kami siap dipanggil," cetus Funadi. Sayangnya, Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia- asosiasi yang membawahi produsen minyak goreng- Adiwisoko Kasman memilih bungkam soal ini. "Saya no comment," kata dia singkat.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News