KPPU: Tak temukan pelanggaran, penjualan rapid test pelaku bisnis sudah berubah



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengeluarkan penelitian terbarunya atas dugaan pelanggaran Pasal 15 ayat 2 Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Yakni tentang dugaan adanya praktik penjualan barang secara mengikat atau tying and bundling dalam layanan rapid test sehingga membuat biaya rapid test melesat alias mahal.  

Hasilnya penelitian KPPU:  ada perubahan perilaku atas rumahsakit-rumahsakit yang diduga melakukan perjanjian jual menginkat atas alat rapid test. Alhasil KPPU belum menemukan dugaan atas dugaan praktik monopoli atas in tying-in layanan untuk rapid test.


“Sampai saat ini, KPPU belum menemukan bukti yang cukup untuk dijadikan ke tahapan penyelidikan, khususnya pemenuhan unsur dampak persaingan usaha tidak sehat. Para pelaku usaha telah melakukan perubahan dalam hal menjual jasa rapid test,” ujar Juru Bicara KPPU Guntur Saragih, Jumat (12/6).

Juru Bicara KPPU itu mengatakan bahwa dalam penelitian, KPPU sudah manggil dan meminta keterangan dari berbagai rumahsakit yang diduga melakukan praktek in tying-in layanan untuk rapid test. KPPU juga sudah meminta keterangan ahli, serta melakukan survei lapangan di Jabodetabek dan kota di mana terdapat Kantor Perwakilan KPPU, antara lain: Medan, Lampung, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.

Berbeda dengan praktik sebelumnya, dalam berbagai brosur jasa layanan yang dikeluarkan rumah sakit, penawaran rapid test  terpisah dengan uji layanan kesehatan lainnya mulai dilakukan rumah sakit. Dengan begitu, saat ini,  “Masyarakat dapat membeli layanan rapid test tanpa harus membeli bentuk paket dengan beberapa layanan jasa kesehatan lainnya saat melakukan diagnosis Covid-19,” ujar dia. 

Penelitian KPPU ini dilakukan atas perkara inisiatif guna menindaklanjuti informasi dari masyarakat yang mengeluhkan penawaran jasa rapid test Covid-19 secara paket dan menyebabkan tingginya harga jasa tersebut. Penelitian dilakukan sejak tanggal 13 April lalu. 

Meski hasil penelitian KPPU telah ada perubahan perilaku rumahsakit, kata dia, KPPU akan tetap memantau informasi yang berkembang di masyarakat terkait pemasaran produk dan layanan kesehatan di masa pandemic corona. Dia meminta agar publik segera melapor ketika menemukan adanya upaya tying-in atau bentuk-bentuk pelanggaran lain oleh penyedia layanan kesehatan.

Sanksi, katanya, akan dikenakan KPPU kepada mereka yang melanggar hukum persaingan, khususnya saat pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana