KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan pembentukan undang-undang pasar digital. Hal ini sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo kepada peserta program pendidikan Lemhannas Tahun 2023 di Istana Negara Jakarta pada Rabu (4/10) lalu. Yakni menegaskan pentingnya regulasi yang mengejar perkembangan teknologi agar Indonesia tidak terkena penjajahan dan kolonialisme era modern di bidang ekonomi. Sebab itu, pada Kamis (5/10), Ketua KPPU menemui Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki untuk mendiskusikan perlunya suatu Undang-Undang yang mengatur pasar digital dalam menyamakan kemampuan bersaing (playing field) bagi usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia. Ketua KPPU, M. Afif Hasbullah menyampaikan, berdasarkan kajian yang dilakukan sejak tahun 2019 hingga saat ini, masih terdapat ketidakseimbangan kemampuan bersaing (playing field) antar pelaku usaha yang bergerak di pasar digital. Baca Juga: Tunduk pada Regulasi PMSE, TikTok Tak Perlu Dikenai Sanksi Ketidakseimbangan ini telah mengakibatkan kuatnya posisi tawar salah satu pihak dan munculnya potensi perilaku tidak sehat. Seperti penyalahgunaan posisi dominan dan praktik monopoli yang dilakukan oleh para pelaku usaha di pasar digital. “Paling tidak ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakseimbangan ini, yakni faktor platform dan faktor perdagangan internasional,” jelas Afif dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/10). Platform dapat memanfaatkan mahadata (big data) dan kecerdasan buatan untuk mengembangkan iklan produk yang dikhususkan untuk konsumen tertentu (targeted advertising) dan pengembangan ekosistem di platform dengan menggabungkan beberapa jasa layanan dalam satu platform atau aplikasi. Saat ini industri platform di Indonesia dan dunia sangat terkonsentrasi. Sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan predatory pricing, tying, bunding, self-preferencing, dan berbagai perilaku anti-persaingan lainnya. Perdagangan internasional juga perlu diantisipasi dari kebijakan perdagangan ekspor barang negara asal yang mengandung berbagai subsidi modal dan logistik, serta praktik dumping. “Kehadiran peraturan perundang-undangan terkait pasar digital sangat dibutuhkan segera, agar pemanfaatan/akses data dan permainan algoritma oleh platform dapat dikendalikan,” tegas Afif. MenKopUKM Teten Masduki menyambut baik isu yang disampaikan Ketua KPPU. Apalagi, dengan potensi ekonomi digital sebesar Rp 11.250 triliun pada tahun 2030, peraturan yang ada sekarang belum belum cukup menyelesaikan persoalan saat ini. Baca Juga: Para Menteri Adakan Rapat Akibat Maraknya Impor Ilegal yang Dijual di E-commerce Paling tidak memang dibutuhkan dua pengaturan, yakni pengaturan atas mahadata (big data) dan pasar digital, khususnya berkaitan dengan penggunaan teknologi dan algoritma, serta arus keluar masuk (flows) barang. Untuk itu, MenKopUKM mengajak KPPU berkolaborasi dalam mengkaji pembuatan kebijakan tersebut. Selain itu, melalui pertemuan tersebut, memberikan penekanan bahwa tanpa regulasi yang memadai, perilaku anti-persaingan dapat dengan mudah dilaksanakan oleh pelaku industri pasar digital. Hal itu juga dikhawatirkan akan menimbulkan pasar yang terkonsentrasi, tidak efisien, dan iklim usaha yang tidak kondusif dalam menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
KPPU Usul Pembentukan UU Pasar Digital, Ini Alasannya
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan pembentukan undang-undang pasar digital. Hal ini sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo kepada peserta program pendidikan Lemhannas Tahun 2023 di Istana Negara Jakarta pada Rabu (4/10) lalu. Yakni menegaskan pentingnya regulasi yang mengejar perkembangan teknologi agar Indonesia tidak terkena penjajahan dan kolonialisme era modern di bidang ekonomi. Sebab itu, pada Kamis (5/10), Ketua KPPU menemui Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki untuk mendiskusikan perlunya suatu Undang-Undang yang mengatur pasar digital dalam menyamakan kemampuan bersaing (playing field) bagi usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia. Ketua KPPU, M. Afif Hasbullah menyampaikan, berdasarkan kajian yang dilakukan sejak tahun 2019 hingga saat ini, masih terdapat ketidakseimbangan kemampuan bersaing (playing field) antar pelaku usaha yang bergerak di pasar digital. Baca Juga: Tunduk pada Regulasi PMSE, TikTok Tak Perlu Dikenai Sanksi Ketidakseimbangan ini telah mengakibatkan kuatnya posisi tawar salah satu pihak dan munculnya potensi perilaku tidak sehat. Seperti penyalahgunaan posisi dominan dan praktik monopoli yang dilakukan oleh para pelaku usaha di pasar digital. “Paling tidak ada dua faktor yang mempengaruhi ketidakseimbangan ini, yakni faktor platform dan faktor perdagangan internasional,” jelas Afif dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/10). Platform dapat memanfaatkan mahadata (big data) dan kecerdasan buatan untuk mengembangkan iklan produk yang dikhususkan untuk konsumen tertentu (targeted advertising) dan pengembangan ekosistem di platform dengan menggabungkan beberapa jasa layanan dalam satu platform atau aplikasi. Saat ini industri platform di Indonesia dan dunia sangat terkonsentrasi. Sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan predatory pricing, tying, bunding, self-preferencing, dan berbagai perilaku anti-persaingan lainnya. Perdagangan internasional juga perlu diantisipasi dari kebijakan perdagangan ekspor barang negara asal yang mengandung berbagai subsidi modal dan logistik, serta praktik dumping. “Kehadiran peraturan perundang-undangan terkait pasar digital sangat dibutuhkan segera, agar pemanfaatan/akses data dan permainan algoritma oleh platform dapat dikendalikan,” tegas Afif. MenKopUKM Teten Masduki menyambut baik isu yang disampaikan Ketua KPPU. Apalagi, dengan potensi ekonomi digital sebesar Rp 11.250 triliun pada tahun 2030, peraturan yang ada sekarang belum belum cukup menyelesaikan persoalan saat ini. Baca Juga: Para Menteri Adakan Rapat Akibat Maraknya Impor Ilegal yang Dijual di E-commerce Paling tidak memang dibutuhkan dua pengaturan, yakni pengaturan atas mahadata (big data) dan pasar digital, khususnya berkaitan dengan penggunaan teknologi dan algoritma, serta arus keluar masuk (flows) barang. Untuk itu, MenKopUKM mengajak KPPU berkolaborasi dalam mengkaji pembuatan kebijakan tersebut. Selain itu, melalui pertemuan tersebut, memberikan penekanan bahwa tanpa regulasi yang memadai, perilaku anti-persaingan dapat dengan mudah dilaksanakan oleh pelaku industri pasar digital. Hal itu juga dikhawatirkan akan menimbulkan pasar yang terkonsentrasi, tidak efisien, dan iklim usaha yang tidak kondusif dalam menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News