KPPU vonis PGAS & Kelsri bersekongkol



JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali memutus perkara persaingan usaha tidak sehat. Kemarin (7/3), majelis komisi yang terdiri dari Sukarmi, Dedie Martadisastra dan Ahmad Ramdhan Siregar memutuskan PT Kelsri dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) telah bersekongkol dalam proyek pipa gas Bojonegoro-Cikande. KPPU memvonis mereka membayar denda masing-masing sebesar Rp 4 miliar dan Rp 6 miliar.

Dalam pertimbangan putusannya, KPPU menilai adanya persekongkolan dalam contract package Bojonegoro-Cikande distribution pipelinetahun 2009. KPPU menyatakan, Kelsri telah mendapat kesempatan eksklusif dari PGAS secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara PGAS meluluskan Klesri dalam proses tender meskipun dokumen penawarannya tak memenuhi syarat.

Menurut KPPU, PGAS memenangkan Kelsri meski penawarannya tak melengkapi dokumen kualifikasi berupa pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Berita Negara RI dan Tanda Daftar Perusahan terhadap perubahan anggaran dasar perseroan yang terakhir.


Kelsri juga melaporkan rekening koran 3 bulan terakhir, serta menyampaikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan persyaratan. Selain itu, PGAS juga dinilai tak beriktikad baik dengan menunda penjelasan kepada peserta lelang mengenai alasan ketidaklulusan mereka hingga hari terakhir masa sanggah.

Menurut KPPU, PGAS dan Kelsri telah melanggar pasal 22 UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Beleid itu intinya melarang pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan pemenang tender yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. "Kepada pihak terhukum yang tidak puas dapat mengajukan keberatan ke pengadilan negeri setempat sesuai domisili pihak terlapor terhitung 14 hari setelah putusan tersebut dibacakan," ujar Dedie.

Tidak ada komunikasi

Menanggapi putusan tersebut, Ignatius Supriyadi, Kuasa Hukum Kelsri, menyatakan, tudingan adanya komunikasi yang terjadi antara PGAS dan kliennya tak terbukti. Padahal itu menjadi inti perkara ini, yang akhirnya timbul dugaan persekongkolan. "Kami tidak pernah melakukan kerja sama dengan PGAS, dan dari laporan hasil pemeriksaan pun tak terbukti," tegasnya.

Soal ketidaklengkapan dokumen yang menjadi pertimbangan KPPU, menurut Supriyadi, itu adalah kewenangan PGAS untuk melihat dan menentukan dokumen tersebut memenuhi syarat atau tidak. "Yang jelas, kami tak pernah melakukan tindakan untuk mempengaruhi prosedur lelang," ujarnya. Karenanya, Kelsri akan mengajukan keberatan atas putusan tersebut.

Ia juga menegaskan, putusan KPPU ini tak akan mengubah status Kelsri sebagai pemenang tender. "Tender ini sudah berlangsung dua tahun yang lalu dan tak ada perintah pembatalan," terangnya.

Kuasa Hukum PGAS, Rikrik Rizkiyana, menilai, KPPU tak mempertimbangkan semua fakta dan bukti. Misalnya, adanya Procurement Management Consultant (PMC) yang ditunjuk oleh pihak Jepang untuk mendampingi PGAS dalam proyek tersebut, mengingat dana proyek ini berasal dari Jepang.

PMC menegaskan, pelaksanaan proyek ini bersih dan tidak ada penyimpangan. Bahkan, PMC menyatakan penggunaan anggaran sudah sesuai. "Tapi mereka tak diperiksa KPPU,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini