KPR dan kredit UMKM masih tumbuh, ini penjelasan BI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan melemahnya permintaan kredit perbankan. Kendati demikian, kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit UMKM masih tumbuh dan mampu membantu perbaikan kontraksi kredit perbankan hingga Mei 2021.

Bank Indonesia (BI) mencermati intermediasi perbankan menunjukkan perbaikan, seperti terlihat pada kontraksi yang menurun, tercatat sebesar -1,28% year on year (yoy) pada Mei 2021.

Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono bilang, perbaikan terjadi pada seluruh segmen kredit, terutama pada Kredit Konsumsi dan UMKM yang mulai tumbuh positif masing-masing sebesar 1,39% yoy dan 1,70% yoy. Selain itu, KPR yang tumbuh tinggi sebesar 6,61% (yoy).


Baca Juga: Kondisi ketahanan perusahaan dalam menghadapi PPKM darurat sangat rentan

“Peningkatan pertumbuhan KPR, sejalan dengan pertumbuhan penjualan properti, yang didorong oleh kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) Kredit Properti dari BI, penurunan suku bunga KPR, serta insentif pajak oleh Pemerintah. Sejalan dengan kenaikan kasus Covid-19 sejak pertengahan Juni 2021, maka kinerja korporasi dan rumah tangga senantiasa dicermati,” mengutip pernyataan Erwin di situs resmi BI pada Senin (5/7).

Lanjutnya, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan berlanjut didorong penurunan biaya dana, sejalan dengan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). SBDK pada April 2021, menurun sebesar 177 bps sejak April 2020 menjadi 8,87% pada April 2021.

Hal ini sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia, sejak Rapat Dewan Gubernur Februari 2021, memutuskan untuk mempublikasikan Asesmen Transmisi Suku Bunga Kebijakan Kepada Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan.

Hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen baik korporasi maupun individu guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan.

Namun demikian, penurunan suku bunga kredit baru masih terbatas karena persepsi risiko perbankan yang cenderung masih tinggi.

“Ke depan, kebijakan makroprudensial tetap akomodatif melalui fokus tiga kebijakan utama. Pertama, mendorong pemulihan intermediasi dan ekonomi dengan terus memonitor dan mengevaluasi kebijakan eksisting terkait penurunan Loan To Value (LTV) Kredit Properti, Uang Muka Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM),” paparnya.

Baca Juga: Likuiditas berlimpah, penyaluran kredit di semester II tergantung PPKM Darurat

Juga memperkuat kebijakan transparansi SBDK perbankan untuk meningkatkan efektivitas transmisi suku bunga kebijakan. Kedua, menjaga kecukupan likuiditas perbankan, dengan terus memonitor dan mengevaluasi kebijakan eksisting terkait Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), dan Counter Cyclical Buffer (CCB).

“Ketiga, mendorong akses keuangan bagi UMKM dan sektor inklusif lainnya. Selain itu, Bank Indonesia juga memperkuat dukungan kebijakan makroprudensial dan koordinasi kebijakan antar otoritas untuk sektor prioritas serta mendorong tindak lanjut Paket Kebijakan Terpadu KSSK untuk pembiayaan dunia usaha,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto