JAKARTA. Tak salah jika Bank Indonesia (BI) mulai mewaspadai ancaman penggelembungan aset di sektor properti. Beberapa bank memang mencatatkan pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) luar biasa besar. Bahkan, penyangga utama kredit properti ini menjadi motor penggerak kredit bank. Ketergantungan bank terhadap kredit jenis ini terlihat dalam kinerja PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) kuartal III-2011. Kedua bank papan atas tersebut melaporkan pertumbuhan KPR di atas 40%, jauh di atas rata-rata total pertumbuhan kredit industri yang berkisar 20% - 23% (yoy). BNI misalnya, membukukan KPR senilai Rp 16,2 triliun per September 2011, melonjak 49,6% dari periode yang sama 2010 sebesar Rp 10,8 triliun. BNI Griya, nama merek KPR BNI, mengatrol kredit konsumer hingga berhasil mencatatkan pertumbuhan 37,8% menjadi Rp 28,76 triliun. "Porsi kredit rumah sebesar 56% dari total kredit konsumer," kata Gatot Murdiantoro Suwondo, Minggu (30/10).
Sumbangan segmen konsumer terhadap total kredit mencapai 17,9%. Kendati relatif kecil, manajemen meyakini kontribusinya bakal membesar dalam beberapa tahun ke depan. Akhir September, BNI membukukan kredit Rp 160,72 triliun, tumbuh 27% dibanding posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp 126,07 triliun. Meski melonjak 49%, BNI tidak ada rencana mengerem KPR. Direktur Ritel dan Konsumer BNI, Darmadi Sutanto mengatakan, kredit ini masih aman untuk dikembangkan lantaran sebagian besar konsumennya bukan tipikal investor. Mereka membeli rumah untuk ditinggali, sehingga potensi default-nya lebih kecil. "Kalaupun pembatasan, kami membatasi diri bagi debitur yang ingin memiliki rumah tinggal ketiga," katanya. Untuk mencegah bubble seperti yang dicemaskan BI, bank berpelat merah terbesar ketiga ini akan mengontrol bisnis KPR dengan mengatur ulang uang muka dan pemilihan kerjasama dengan real-estate dalam pengadaan rumah. Manajemen akan memilih pengembang yang bonafide dan memiliki lokasi proyek yang strategis, sehingga rumah layak dijual kembali ketika pemiliknya gagal bayar. "Potensi kebutuhan rumah masih cukup besar sehingga perseroan masih akan menargetkan kenaikan pertumbuhan kredit KPR pada konsumer," tambah Gatot.