JAKARTA. Anggota Tim Hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla Alexander Lay mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakomodasi suara para buruh migran di Hong Kong yang belum menggunakan hak pilihnya. Ia merespons peristiwa ricuhnya proses pemungutan suara di Hongkong. "Kami mendesak KPU memberi kesempatan bagi pemilih yang kemarin belum sempat memilih karena TPS ditutup sepihak,"ujar Alex kepada Kompas.com, Senin (7/7/2014) pagi.Alex mengingatkan, tindakan menghalang-halangi seseorang untuk menjalankan hak konstitusinya merupakan salah satu bentuk tindakan pidana Pasal 292 UU Pemilu menyebutkan, ancaman pidana pihak yang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilih. Pasal ini dianggap lebih tepat diberikan kepada penyelenggara pemilu.Menurut Alex, pihaknya telah menerima laporan secara resmi dari relawan yang ada di Hong Kong dan tengah mempelajari di mana letak kesalahannya. Hal tersebut dilakukan demi menentukan langkah selanjutnya."Bukti-bukti sedang di-review. Intinya, mendesak KPU membuka kesempatan bagi pemilih yang belum mencoblos untuk mencoblos segera mungkin," lanjut dia.Alex menyayangkan pihak Konsulat Jenderal RI di Hong Kong yang dinilainya tidak mampu menyelenggarakan pemilihan presiden dengan lancar dan baik.RicuhSebelumnya diberitakan, pemungutan suara pilpres 2014 yang digelar Panitia Pemungutan Luar Negeri di Hong Kong berlangsung ricuh, Minggu (6/7/2014) sore. Ratusan orang mengamuk merobohkan pagar tempat pemungutan suara yang ditutup sebelum mereka memberikan suara. Celetukan panitia memperburuk situasi."Pengantre masih banyak, ratusan sampai seribuan orang. Tiba-tiba pagar TPS ditutup, jadi mereka yang mengantre maju. Lalu sebagai pemilih adalah pendukung Jokowi-JK, protes dan teriak-teriak "Jokowi... Jokowi...," tutur Arista Devi, salah satu pemilih di Hongkong, dalam perbincangan telepon dengan Tribunnews, Minggu malam.Keributan terjadi setelah seorang oknum panitia mengeluarkan celetukan hanya pemilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang masih boleh masuk ke TPS. Kericuhan pun tak terelakkan. Ratusan pemilih yang tidak tersalurkan hak pilihnya memprotes panita pemilihan luar negeri (PPLN) Hong Kong dan Konsulat Jenderal RI di Hong Kong."Saat demo itu, seorang oknum panitia berceletuk. Ayo, silakan masuk, tapi hanya pemilih nomor 1 (Prabowo-Hatta) yang dibolehkan masuk," imbuh Arista.Namun, siapa oknum panitia tersebut tidak langsung dapat diidentifikasi. "Masalahnya massa tidak bisa membedakan siapa panitia. Mana yang Bawaslu, PPLN, atau relawan," kata Arista.Menurut Arista, PPLN Hong Kong terlihat tak mengantisipasi lonjakan pemilih. "Antisipasi panitia Pilpres kali beda dibandingkan pileg 9 April lalu. Kali ini panitia mematok TPS buka sampai jam 17.00. Tetapi pemilih rupanya banyak sekali, sampai-sampai mengantre mengular, berkelok-kelok. Panjang antrean sekitar 500 meter. Jumlah pemilih yang antre antara 500-1.000 orang," paparnya. (Fabian Januarius Kuwado)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
KPU didesak akomodasi hak suara buruh migran di HK
JAKARTA. Anggota Tim Hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla Alexander Lay mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakomodasi suara para buruh migran di Hong Kong yang belum menggunakan hak pilihnya. Ia merespons peristiwa ricuhnya proses pemungutan suara di Hongkong. "Kami mendesak KPU memberi kesempatan bagi pemilih yang kemarin belum sempat memilih karena TPS ditutup sepihak,"ujar Alex kepada Kompas.com, Senin (7/7/2014) pagi.Alex mengingatkan, tindakan menghalang-halangi seseorang untuk menjalankan hak konstitusinya merupakan salah satu bentuk tindakan pidana Pasal 292 UU Pemilu menyebutkan, ancaman pidana pihak yang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilih. Pasal ini dianggap lebih tepat diberikan kepada penyelenggara pemilu.Menurut Alex, pihaknya telah menerima laporan secara resmi dari relawan yang ada di Hong Kong dan tengah mempelajari di mana letak kesalahannya. Hal tersebut dilakukan demi menentukan langkah selanjutnya."Bukti-bukti sedang di-review. Intinya, mendesak KPU membuka kesempatan bagi pemilih yang belum mencoblos untuk mencoblos segera mungkin," lanjut dia.Alex menyayangkan pihak Konsulat Jenderal RI di Hong Kong yang dinilainya tidak mampu menyelenggarakan pemilihan presiden dengan lancar dan baik.RicuhSebelumnya diberitakan, pemungutan suara pilpres 2014 yang digelar Panitia Pemungutan Luar Negeri di Hong Kong berlangsung ricuh, Minggu (6/7/2014) sore. Ratusan orang mengamuk merobohkan pagar tempat pemungutan suara yang ditutup sebelum mereka memberikan suara. Celetukan panitia memperburuk situasi."Pengantre masih banyak, ratusan sampai seribuan orang. Tiba-tiba pagar TPS ditutup, jadi mereka yang mengantre maju. Lalu sebagai pemilih adalah pendukung Jokowi-JK, protes dan teriak-teriak "Jokowi... Jokowi...," tutur Arista Devi, salah satu pemilih di Hongkong, dalam perbincangan telepon dengan Tribunnews, Minggu malam.Keributan terjadi setelah seorang oknum panitia mengeluarkan celetukan hanya pemilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang masih boleh masuk ke TPS. Kericuhan pun tak terelakkan. Ratusan pemilih yang tidak tersalurkan hak pilihnya memprotes panita pemilihan luar negeri (PPLN) Hong Kong dan Konsulat Jenderal RI di Hong Kong."Saat demo itu, seorang oknum panitia berceletuk. Ayo, silakan masuk, tapi hanya pemilih nomor 1 (Prabowo-Hatta) yang dibolehkan masuk," imbuh Arista.Namun, siapa oknum panitia tersebut tidak langsung dapat diidentifikasi. "Masalahnya massa tidak bisa membedakan siapa panitia. Mana yang Bawaslu, PPLN, atau relawan," kata Arista.Menurut Arista, PPLN Hong Kong terlihat tak mengantisipasi lonjakan pemilih. "Antisipasi panitia Pilpres kali beda dibandingkan pileg 9 April lalu. Kali ini panitia mematok TPS buka sampai jam 17.00. Tetapi pemilih rupanya banyak sekali, sampai-sampai mengantre mengular, berkelok-kelok. Panjang antrean sekitar 500 meter. Jumlah pemilih yang antre antara 500-1.000 orang," paparnya. (Fabian Januarius Kuwado)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News