KPU dikritik Lingkar Madani soal aturan kampanye



JAKARTA. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani mempertanyakan lambatnya penerbitan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Kampanye.

Padahal, berdasarkan peraturan yang berlaku, tiga hari sejak partai politik ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum (Pemilu), partai tersebut sudah dapat melakukan kampanye.

Dengan aturan tersebut, seharusnya, KPU telah menetapkan pengaturan teknis pelaksanaan kampanye. Tapi hingga kini, pedoman pelaksanaan kampanye secara nasional sesuai dengan Undang-Undang (UU) oleh peraturan KPU pasal 85 ayat 1 belum diatur.


Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dalam siaran persnya, Rabu (31/7). "Padahal, sejak partai politik ditetapkan sebagai peserta pemilu tanggal 8 Januari 2013 yang lalu sampai akhir Juli 2013 ini, aturan kampanye tersebut masih dalam penggodokan KPU. Artinya, sudah hampir 6 bulan masa kampanye berlangsung, peraturan pedoman pelaksanaan kampanyenya tidak jelas," tutur Ray.

Akibatnya, seperti terlihat di lapangan. Di banyak tempat, mulai marak berbagai jenis iklan dan atribut kampanye bertaburan di berbagai tempat. Celakanya, atribut kampanye itu dipasang dengan cara sembrono, nyaris tanpa mengindahkan kaedah pelaksanaan kampanye sebagaimana diatur dalam UU Pemilu. Yakni, kampanye yang tidak mengganggu ketertiban umum dan tidak menggunakan fasilitas negara.

Selain itu, tidak mempergunakan ruang ibadah dan pendidikan, mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat. 

Faktanya di lapangan, bertaburan berbagai macam spanduk, baliho, selebaran, dan lainnya yang berisi rayuan, ungkapan, foto orang, janji-janji, dan sebagainya seorang calon legislatif atau tokoh politik tertentu dengan mempergunakan ruang publik secara semena-mena.

“Tak ada estetika, tak ada etika, bahkan memliki kecenderungan merusak lingkungan hidup karena banyak batang pohon yang ditempel dengan berbagai selebaran,” keluh Ray.

Tapi, ya itu tadi, KPU sangat lambat dalam menetapkan aturan kampanye. Alasan bahwa mekanisme konsultasi dengan Komisi II DPR menjadi penyebab, tidak sepenuhnya bisa dibenarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan