JAKARTA. Awan mendung sepertinya belum ingin jauh-jauh menaungi PT Krakatau Steel Tbk. Perusahaan itu tak mampu mempertahankan laba US$ 9,93 juta pada semester I-2013 lalu. Pasalnya pada semester I-2014, Krakatau Steel kembali merugi, mengulang semester I-2012. Hanya saja kerugian Krakatau Steel sepanjang enam bulan pertama tahun ini lebih besar. Pada semester I-2014 perusahaan berkode KRAS di Bursa Efek Indonesia itu merugi US$ 93,03 juta, lebih besar ketimbang semester I-2012 merugi US$ 9,11 juta. Dalam keterangan tertulis kepada pers, Minggu (31/8), KRAS menyebut menjual 1.128.466 ton baja pada semester I-2014. Volume penjualan itu susut 5,5% dibandingkan penjualan pada periode yang sama tahun 2013.
Alhasil nilai penjualan perusahaan plat merah itu turut terkikis 18,02% menjadi US$ 909,19 juta. Padahal pada semester I-2013 masih menuai pendapatan US$ 1,12 miliar. Direktur Utama Krakatau Steel Irvan Kamal Hakim bilang, penurunan kinerja karena harga jual rata-rata baja Krakatau Steel juga turun sejalan penurunan harga baja internasional. Plus, ada efek melemahnya rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Mengintip harga jual baja di pasar spot China pada
Bloomberg, harga
hot rolled steel CNY 3.245 per metrik ton (1/9). Harga ini sekaligus menempatkan harga tersebut menjadi harga terendah sejak akhir tahun lalu alias periode
year to date. Robby Janis,
Head of Investor Relation Krakatau Steel menambahkan, penurunan penjualan juga dipicu permintaan pasar domestik yang stagnan. "Permintaan baja di pasar domestik selama semester I-2014 stagnan karena pasar baja masih menunggu
recovery permintaan baja di China," kata Robby kepada KONTAN, Senin (1/9). Perlu Anda ketahui, kinerja memerah Krakatau Steel tak hanya terjadi pada periode tengah tahunan. Dua tahun terakhir misalnya, kinerja perusahaan itu sudah lesu. Pada 2013, perusahaan itu merugi US$ 13,6 juta sedangkan pada 2012 merugi US$ 19,56 juta. Target 2018 Sadar dengan kendala yang dihadapi, Krakatau Steel merancang aneka strategi. Dus, tahun ini, perusahaan itu mengaku lebih optimistis dengan empat strategi.
Pertama, memproduksi
galvanizing dan
annealing, baja untuk kebutuhan sektor otomotif di bawah kelolaan PT Krakatau Nippon Steel Sumikin. "Baja untuk otomotif peluangnya besar karena pasar otomotif kita akan terus berkembang," ujar Robby. Krakatau Nippon adalah perusahaan patungan antara Krakatau Steel dan Nippon Steel Sumitomo Metal Corporation yang menyedot investasi US$ 300 juta. Krakatau Steel dan Nippon Steel menandatangani perjanjian kerjasama pada 11 Agustus 2014.
Kedua, memproduksi baja lembaran canai panas di bawah kelola PT Krakatau Posco. Ini adalah perusahaan patungan Krakatau Steel dan Pohang Iron and Steel Company yang berkapasitas produksi tiga juta ton per tahun.
Ketiga, meningkatkan daya saing biaya dengan pabrik blast furnace berteknologi batu bara. Pembangunan ini diharapkan membuat kinerja produksi semakin efisien. Terakhir
, keempat, meningkatkan pendapatan dari bisnis di luar bisnis baja. Seperti membangun pembangkit listrik tenaga gas dan uap melalui PT Krakatau Daya Listrik. Berbekal empat strategi itu, Krakatau Steel meyakini bisa mengerek kapasitas produksi bajanya dari 3,15 juta ton pada 2013 menjadi 7,15 juta ton pada 2018. Perusahaan itu juga mendamba pendapatan di luar bisnis baja pada 2013 yang sebesar US$ 333 juta akan menjadi US$ 624 juta pada 2018. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anastasia Lilin Yuliantina