JAKARTA. Demi mengurangi ketergantungan impor bahan baku, PT Krakatau Steel Tbk membangun pabrik peleburan baja tanur tinggi atau blast furnace. Pembangunan proyek yang diperkirakan menelan biaya US$ 621,81 juta itu telah dimulai sejak 9 Juli lalu. Manager Corporate Communication Krakatau Steel, Wisnu Kuncara memperkirakan, pembangunan pabrik blast furnace ini bakal rampung dalam 36 bulan. Itu artinya, pabrik baru akan beroperasi pada Juli 2015.Perusahaan berkode saham KRAS ini membiayai proyek dari kas internal sebesar 28%, sedangkan sisanya dari pinjaman bank. Baru-baru ini Krakatau Steel mengantongi fasilitas pinjaman senilai US$ 250 juta dari tiga bank milik pemerintah dan pinjaman siaga dari Bank Mandiri senilai US$ 200 juta.Blast furnace complex dibangun di plant site PTKS, di kawasan industri Krakatau Steel Cilegon, Banten. Proyek ini terdiri dari tiga pabrik utama, yaitu sintering plant berkapasitas produksi 1,78 juta ton per tahun. Lalu, coke oven plant berkapasitas 500.000 ton per tahun, dan blast furnace plant dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Sintering plant berfungsi menghasilkan bahan baku iron ore fines, return fines , dan flux untuk blast furnace. Sedangkan, coke oven plant menghasilkan bahan bakar kokas (coke) untuk blast furnace, serta mereduksi bijih besi. "Pembangunan pabrik ituuntuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku, serta mengantisipasi kelangkaan gas alam yang harganya cenderung naik setiap tahun," ujar Wisnu, Senin (16/7).Dengan adanya blast furnace, Krakatau Steel bisa mendiversifikasikan basis energi. Jika selama ini menggunakan gas sebagai sumber utama, nantinya bisa memakai batubara. Dengan menggunakan batubara perusahaan bakal menghemat biaya energi hingga 30%-40%. Penggunaan listrik juga bisa berkurang signifikan, karena produk akhir pabrik berupa hot metal.Krakatau Steel juga bisa lebih fleksibel memilih bahan baku material karena blast furnace dapat menerima jenis pellet lebih beragam. Juga memungkinkan untuk menggunakan bahan baku lokal, berupa iron ore dan coking coal, sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor, seperti scrap, sponge, pig iron, dan slab berkurang. "Kami bisa gunakan sekitar 25% bahan baku yang dipasok dari lokal," ujar Wisnu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Krakatau Steel mulai bangun Blast Furnace
JAKARTA. Demi mengurangi ketergantungan impor bahan baku, PT Krakatau Steel Tbk membangun pabrik peleburan baja tanur tinggi atau blast furnace. Pembangunan proyek yang diperkirakan menelan biaya US$ 621,81 juta itu telah dimulai sejak 9 Juli lalu. Manager Corporate Communication Krakatau Steel, Wisnu Kuncara memperkirakan, pembangunan pabrik blast furnace ini bakal rampung dalam 36 bulan. Itu artinya, pabrik baru akan beroperasi pada Juli 2015.Perusahaan berkode saham KRAS ini membiayai proyek dari kas internal sebesar 28%, sedangkan sisanya dari pinjaman bank. Baru-baru ini Krakatau Steel mengantongi fasilitas pinjaman senilai US$ 250 juta dari tiga bank milik pemerintah dan pinjaman siaga dari Bank Mandiri senilai US$ 200 juta.Blast furnace complex dibangun di plant site PTKS, di kawasan industri Krakatau Steel Cilegon, Banten. Proyek ini terdiri dari tiga pabrik utama, yaitu sintering plant berkapasitas produksi 1,78 juta ton per tahun. Lalu, coke oven plant berkapasitas 500.000 ton per tahun, dan blast furnace plant dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Sintering plant berfungsi menghasilkan bahan baku iron ore fines, return fines , dan flux untuk blast furnace. Sedangkan, coke oven plant menghasilkan bahan bakar kokas (coke) untuk blast furnace, serta mereduksi bijih besi. "Pembangunan pabrik ituuntuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku, serta mengantisipasi kelangkaan gas alam yang harganya cenderung naik setiap tahun," ujar Wisnu, Senin (16/7).Dengan adanya blast furnace, Krakatau Steel bisa mendiversifikasikan basis energi. Jika selama ini menggunakan gas sebagai sumber utama, nantinya bisa memakai batubara. Dengan menggunakan batubara perusahaan bakal menghemat biaya energi hingga 30%-40%. Penggunaan listrik juga bisa berkurang signifikan, karena produk akhir pabrik berupa hot metal.Krakatau Steel juga bisa lebih fleksibel memilih bahan baku material karena blast furnace dapat menerima jenis pellet lebih beragam. Juga memungkinkan untuk menggunakan bahan baku lokal, berupa iron ore dan coking coal, sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor, seperti scrap, sponge, pig iron, dan slab berkurang. "Kami bisa gunakan sekitar 25% bahan baku yang dipasok dari lokal," ujar Wisnu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News