Krakatau Steel pangkas biaya US$ 173 juta



CILEGON. Jika perusahaan lain ngebut mengejar target pendapatan di sisa tahun ini, lain cerita dengan PT Krakatau Steel Tbk. Produsen besi dan baja itu justru sibuk memangkas beban perusahaan US$ 173 juta. Perusahaan itu berharap pemangkasan beban bisa menekan kerugian dan mencetak laba tahun ini.

Demi mewujudkan cita-cita itu, Krakatau Steel menempuh sejumlah cara. Antara lain mengubah pola operasi industri hulu dan hilir, mengempiskan beban manufaktur dan memangkas tenaga kerja alih daya yang berlebih.

Dengan kata lain, pemangkasan beban itu menyangkut pemangkasan anggaran beban pokok penjualan, harga pokok penjualan, dan pelbagai beban usaha yang lain. "Misalkan tugas angkat meja dilakukan dua orang, tapi yang angkat empat orang. Ini kan tak perlu," ujar Irvan Kamal Hakim, Presiden Direktur Krakatau Steel menggambarkan, Selasa (7/10).


Selain menyunat aneka beban, perusahaan berkode KRAS di Bursa Efek Indonesia itu juga berencana memaksimalkan aset sendiri. Melalui anak perusahaannya, PT Krakatau Daya Listrik dan PT Krakatau Posco Energy, perusahaan itu menargetkan produksi 720 megawatt  listrik sendiri. Aliran listrik itu bakal dimanfaatkan untuk mendukung operasional Krakatau Steel Group.

Meski sudah menyusun aneka strategi, Krakatau Steel belum bisa memastikan potensi kerugian yang  bisa ditekan dan potensi laba bersih yang bisa mereka cuil. Yang pasti, itu adalah salah satu ikhtiar perusahaan itu membirukan kinerja tahun ini.

Maklum, dalam dua tahun terakhir, perusahaan itu tak pernah untung. Pada 2013, Krakatau Steel merugi US$ 13,6 juta sedangkan pada 2012 merugi US$ 19,56 juta. Perusahaan itu terakhir menerima rapor biru pada 2011 tatkala mencatatkan laba tahun berjalan US$ 151,34 juta.

Selain pemangkasan beban, Krakatau Steel juga menaruh harapan besar pada perbaikan harga baja di sisa tahun ini. Sebab, bangkitnya harga baja bakal menjadi katalis positif bagi perusahaan itu.

Ketiban apes dari China

Dalam catatan Krakatau Steel, harga baja pada semester I-2014 adalah US$ 650/ton - US$ 660/ton. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, harga baja masih bertengger di harga US$ 700/ton. 

Tak ayal Irvan menuding pelemahan harga baja sebagai salah satu biang keladi kinerja perusahaan itu pada semester I-2014 tak ciamik. Sama seperti kinerja 2013 dan 2012, pada semester I-2014, Krakatau Steel merugi dengan besaran US$ 93,03 juta.

Muasal pelemahan harga baja itu adalah permintaan baja dunia menurun karena perlambatan ekonomi di China. "Namun produksi baja China terus-terusan karena makin tinggi volume produksi maka ongkos produksi mereka efisien. Inilah yang berdampak ke harga baja dan pasar baja internasional," beber Irvan. Negeri Panda itu rata-rata memproduksi baja sebanyak 750 juta ton baja per tahun.

Masalahnya, setiap pertumbuhan ekonomi China terkoreksi 1%, terjadi ekses produksi baja di China sebesar 24 juta ton. Produk ini yang dilempar ke pasar luar negeri.

Nah, salah satu pasar yang empuk adalah Indonesia. Apalagi impor baja dari China sendiri bebas bea masuk ke Indonesia karena ada kesepakatan ASEAN Free Trade Area alias AFTA. Alhasil Krakatau Steel dan produsen baja lokal harus bersaing dengan banjir produk baja China.

Tak cuma tantangan raksasa baja China, Krakatau Steel juga menghadapi tantangan lain berupa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kurs itu berpengaruh terhadap harga bahan baku bijih besi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina