KRAS tersandera pabrik tua dan tidak efisien



JAKARTA. Kinerja PT Krakatau Steel (Persero)Tbk (KRAS) dinilai masih akan berat pada tahun ini. Dianulirnya penyertaan modal negara (PMN) di KRAS, dikhawatirkan bakal membuat kinerja perusahaan ini kurang bagus. 

Managing Director Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengatakan, saat ini, yang menjadi hambatan KRAS adalah pabrik yang sudah tua dan tidak efisien. KRAS juga dianggap gagal bersaing dengan produk lainnya sehingga pendapatannya anjlok dan makin menekan margin laba bersih. "Sebenarnya penghapusan PMN cukup memberatkan KRAS yang tengah membutuhkan dana untuk menggenjot ekspansi," jelasnya.

Menurut Kiswoyo, salah satu jalan keluar yang bisa dilakukan KRAS untuk memulihkan pendapatan adalah dengan mendorong penyelesaian pabrik barunya. Jika operasional pabrik baru blast furnace tepat waktu, KRAS masih bisa memperbaiki pendapatannya, meski tipis. "Untuk sisi bottom line, nampaknya sulit pulih dalam waktu dekat," ujarnya.


Pada tahun lalu, kinerja KRAS cukup berat. Margin KRAS turun drastis karena beban operasional yang tinggi. Kas perseroan saat ini tercatat US$ 219,21 juta.

Sampai kuartal III-2014, KRAS merugi hingga US$ 117,47 juta. Nilai kerugian itu naik signifikan dari periode yang sama tahun 2013 sebesar US$ 10,09 juta. Kerugian ini makin diperparah oleh pendapatan KRAS yang ambruk dari US$ 1,57 miliar di Kuartal III-2013 menjadi US$ 1,36 miliar di Kuartal III-2014.

Makanya, KRAS lebih memilih efisiensi dan menjaga dana kas internal. Perseroan pun tengah mengkaji untuk memangkas target belanja modal tahun ini yang awalnya diproyeksikan sebesar US$ 275 juta hingga US$ 350 juta. 

Setidaknya, ada dua proyek yang tengah digeber KRAS tahun ini. Pertama, proyek blast furnance yang akan memproduksi 1,2 juta metrik ton hot metal dan pig iron per tahun. Proyek ini menelan dana investasi sebesar Rp 6 triliun dan kini pembangunannya sudah mencapai 80%. 

Kedua, KRAS akan menyelesaikan pembangunan pabrik yang memproduksi baja lembaran panas atau hot rolled coil (HRC). Pabrik baru diharapkan bisa memproduksi HRC sebanyak 1,5 juta ton per tahun. Nilai investasi pabrik ini mencapai US$ 390 juta. 

Melihat hal itu Kiswoyo masih merekomendasikan sell untuk saham KRAS dengan target harga Rp 450 per saham. Sementara Kepala Riset PT Woori Korindo Securites Indonesia, Reza Priyambada merekomendasikan hold di level Rp 490 per saham. Sementara Analis Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya juga merekomendasikan hold dengan target harga Rp 475 per saham. 

Saham KRAS ditutup turun 0,43% ke level Rp 465 per saham pada perdagangan Selasa (10/2).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa