Kreativitas tiada henti di video stop motion



JAKARTA. Pernahkah Anda menonton serial anak-anak berjudul Shaun The Sheep? Serial kartun tersebut tidak menggunakan gaya animasi komputer, melainkan menggunakan teknik yang lumrah disebut stop motion. Gerombolan domba yang menjadi objek pada serial itu terbuat dari lilin dan dipotret pada setiap gerakan mereka. Teknik ini merupakan rangkaian foto yang digabung sehingga menjadi sebuah gambar bergerak. Saat ini, sudah mulai banyak jasa yang menawarkan pembuatan video stop motion. Salah satunya adalah Faisal Adnan, pendiri Gardu Riot yang bermarkas di Jakarta. Faisal bilang dalam pembuatan video stop motion ia memerlukan kamera, tripod, komputer dan objek. Bahan baku objek bisa dari apa saja, tergantung konsep dan kebutuhan.Menurut Faisal, dalam karyanya ia bisa menggabungkan paling tidak 100 foto dalam satu menit. Bahkan, agar gerak gambar lebih halus, ia biasa menggunakan 1.000 foto dalam satu menit.  Gampangnya, semakin sedikit foto yang digunakan per detik, gambar yang dihasilkan akan semakin patah-patah. "Itu paling minim sebenarnya, agar hasil geraknya mirip seperti kita merekam video biasa, bisa lebih dari 1.000 foto," ungkap Faisal.  Faisal menjelaskan, dalam pembuatan video stop motion ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Di antaranya pencahayaan foto, Ini penting agar warna foto yang dihasilkan tetap sama, sehingga proses editnya tidak terlalu sulit. Kemudian membuat bagan cerita dan tata letak pada karya yang akan ditampilkan. Bagan cerita atau storyboard ini penting agar gambar memiliki cerita.Pria 30 tahun ini menambahkan biaya produksi video stop motion dalam skala komersial, relatif jauh lebih murah dibanding video biasa. "Biayanya murah karena penggunaan alat produksi juga tidak banyak," ujar Faisal yang lulusan Desain Komunikasi Visual Interstudi Jakarta.  Butuh waktu semingguLamanya penggarapan video bisa memakan waktu enam hari untuk satu video berdurasi empat menit. "Kalau yang durasi 10 menit itu bisa sampai 14 hari bahkan 20 hari," katanya.Pemain lain bisnis ini adalah Firman Widyasmara di Jakarta. Menurutnya, bahan baku objek biasa menggunakan lilin/malam, kertas, karton, kawat, kain bahkan manusia dan masih banyak lagi.  Bahan-bahan tadi dibentuk sedemikian rupa, misalnya menyerupai sebuah karakter. Karakter tersebut akan diatur geraknya dan pada setiap gerakan akan dipotret menggunakan kamera di atas tripod.  Tripod sendiri memiliki fungsi untuk membuat sudut pengambilan gambar tidak berubah dan tampak halus. Nantinya dari sekian banyak foto tersebut bisa digabungkan menjadi sebuah video seakan-akan objek tersebut bergerak. "Video stop motion bisa terdiri dari delapan foto sampai dengan 24 foto per detik," ungkap pria berusia 36 tahun ini. Firman mengaku, membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk membuat satu video stop motion durasi tiga menit. Sedangkan proses pemotretan hanya berlangsung selama dua hari. "Yang sulit dari pembuatannya justru dari merangkai objek tersebut," ujarnya.Muhammad Fahmi Iskandar pemilik Keativa di Medan bilang, proses pembuatan dimulai dari diskusi dengan pemesan mengenai video yang diinginkan selama satu hingga dua hari.  "Kami tanya dulu, poin-poin apa yang butuh dimasukkan dalam film dan temanya seperti apa," terang pria kelahiran Medan, 3 Mei 1993 ini. Jika sudah sepakat, barulah ia membuatkan objek, pemotretan, hingga  editing video. Proses pengerjaannya terbilang susah-susah gampang. Sedangkan untuk lama proses pengerjaannya bervariasi. Fahmi bilang ia bisa mengerjakan satu proyek video stop motion maksimal satu minggu. Bisa lebih lama lagi jika konsep dan kerumitan video tersebut lebih kompleks.Mereka mematok tarif beragam. Baik Keativa maupun Gardu Riot masih mematok di kisaran ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Biaya yang dikutip Keativa relatif murah, yakni Rp 300.000 per video dengan durasi empat hingga lima menit. Sedangkan Gardu Riot mematok tarif Rp 150.000 per satu menit.Pelanggan Keativa dan Gardu Riot mayoritas masih dari kalangan pribadi. Mereka biasa memesan untuk keperluan hadiah seperti kado pernikahan, kado ulang tahun dan semacamnya.Lain lagi dengan Firman, Ia tidak mematok tarif berdasarkan menit, melainkan per proyek. Kebetulan pelanggan Firman mayoritas korporasi. Omzet bisnis ini terbilang lumayan. Gardu Riot dan Keativa masing-masing bisa mencetak omzet bulanan sekitar Rp 12 juta dan Rp 10 juta. Sedangkan Firman bisa mengantongi sampai Rp 70 juta per bulan.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini